Review Hannibal Rising karya Thomas Harris

“Mengingat tidak selalu membawa kebahagiaan.” - Mr. Jakov
“Aku ingin mengingat segalanya.” - Hannibal


Judul: Hannibal Rising
Seri: Hannibal Lecter #4
Pengarang: Thomas Harris
Alih bahasa: Tanti Lesmana
Desain sampul: Satya Utama Jadi
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Cetakan kedua, Juli 2013
Tebal buku: 416 halaman
Format: Paperback
Genre: Thriller, Crime
ISBN: 978-979-22-9059-2

Beberapa hari lalu, aku selesai membaca Hannibal Rising. Berdasarkan urutan terbit ini adalah jilid keempat dari serial Hannibal Lecter karya Thomas Harris. Meski keluar belakangan, buku ini bisa juga jadi prequel. Di sini pembaca dapat melihat kehidupan Hannibal kecil hingga remaja serta segala yang membentuknya menjadi sosok pembunuh jenius.

Kisahnya dimulai saat Hannibal berusia delapan tahun. Ia merupakan keturunan kedelapan dari Hannibal the Grim (1365-1428). Keluarganya menempati kastil Lecter di Lithuania, warisan dari pihak ayah. Sementara ibunya merupakan keturunan terhormat keluarga Visconti. Mereka sangat berkecukupan.

Kehidupan normal ini terganggu sebab perang antara Jerman dan Rusia (jujur aku tidak menaruh perhatian tentang siapa yang berperang, hehe). Ada enam orang penjahat perang yang menghancurkan keluarga Lecter. Hannibal kecil satu-satunya yang selamat, namun:

“Hannibal kecil sudah mati pada tahun 1945 di luar sana, di tengah salju, sewaktu berusaha menyelamatkan adik perempuannya. Hatinya ikut mati bersama Mischa. Apa jadinya dia sekarang? Belum ada kata yang tepat untuk menggambarkannya. Karena tidak ada istilah yang lebih tepat, kita sebut saja dia itu monster.”- Inspektur Popil, hlm 359

Singkat cerita, Hannibal diasuh oleh pamannya yang bernama Robert dan istrinya yaitu Lady Murasaki. Perang telah berlalu dan kehidupan Hannibal “tampak” mulai membaik hingga suatu hari kembali terusik oleh kelakuan seorang penjahat perang yang telah menjadi tukang daging.

Pada akhirnya, mimpi buruk di kepalanya tidak juga hilang. Kehidupan membawanya bersinggungan kembali dengan para penjahat perang di masa kecil. Hannibal bertekad membalaskan dendam Mischa (adik perempuan satu-satunya yang sangat disayang namun gagal ia lindungi).

Selain mengetahui sumber trauma yang membentuk Hannibal menjadi pembunuh sadis, buku ini memberitahu pembaca bagaimana citarasanya terhadap keindahan dan seni bermula. Berasal dari keluarga terhormat, Lecter kecil yang memang pada dasarnya jenius telah mendapatkan pendidikan dari seorang guru yang juga cerdas bernama Mr. Jakov. Kemampuannya dalam melukis juga begitu baik dan sangat berguna serta semakin terlatih saat ia menempuh pendidikan dokter.

Dalam jilid sebelumnya, kisah Hannibal sering dibarengi dengan pengetahuan singkat tentang dunia kepolisian, kriminalitas, hingga kebudayaan barat (terutama Eropa). Hannibal Rising sedikit berbeda.

Tanpa meninggalkan ciri khas dari buku-buku sebelumnya, novel ini dilengkapi pula dengan cerita seputar kekejaman perang dan kebudayaan Jepang. Kita lewati saja bagian perang. Bukan karena tidak ditulis dengan baik dan menyentuh hati, hanya saja aku pribadi kurang suka dengan peperangan. #gomen

Kebudayaan Jepang diangkat melalui karakter Lady Murasaki. Poin yang dibiarkan masuk tampaknya disesuaikan dengan tone/tema cerita. Hal-hal seperti deskripsi tentang samurai yang mempersembahkan kepala musuh dengan nama mereka di dahi. Atau tentang katana (pedang) dari samurai yang sangat tajam sehingga tubuh manusia yang di mutilasi oleh Hannibal terasa seperti mentega. Disusul dengan potongan ranting pohon yang menghitam dari Hiroshima.

Poin lain tentang Jepang yang diangkat berkaitan dengan unsur keseniannya seperti Lady Murasaki yang bermain koto di bawah bulan purnama. Ada pula adegan Hannibal yang membuat lukisan burung-burung dalam gaya Musashi Miyamoto. Tak ketinggalan cerita tentang suara jangkrik suzumushi yang sangat nyaring dan Jepang banget. Informasi singkat seperti ini membuatku mampir ke Google Search serta Youtube karena penasaran.

Omong-omong, sebelum menikmati Hannibal Rising versi buku, aku lebih dulu menontonnya dalam bentuk layar lebar. Film ini rilis tahun 2007 (satu tahun setelah bukunya terbit) dengan judul yang sama. Adegan di film tersebut sedikit banyak terlintas saat membaca bukunya. Apakah mengganggu? Untukku pribadi tidak masalah.

Lalu manakah yang lebih baik, versi buku atau film? Rasa yang terjalin dalam bentuk tulisan mungkin lebih detail. Namun begitulah tujuannya, agar pembaca dapat “hidup” di dalamnya dan mengikuti alur kisah yang diciptakan oleh penulis. Sementara film memiliki kekuatan audio-visualnya sendiri. Sensasi yang ditawarkan menjadi berbeda sehingga rasanya tidak adil untuk dibandingkan satu sama lain kecuali secara subjektif.

Selain membaca buku, kebetulan aku juga suka menonton film. Jadi, menurutku kedua bentuk tersebut sama-sama menarik. Namun versi bukunya boleh jadi lebih baik terutama karena itulah bentuk original/asli. Perwujudan pertama dari kisah yang awalnya hanya hidup di benak si empunya cerita.

Secara keseluruhan, Hannibal Rising terbit belakangan namun bisa dijadikan prequel dari serial Hannibal Lecter. Apa yang terjadi pada Hannibal di masa kecil membentuk citra dirinya di kemudian hari. Kejeniusan merupakan berkah yang terlahir bersama kemunculannya di dunia. Namun hatinya yang membeku apakah memang berasal dari peristiwa traumatis yang dialaminya? Silahkan baca dan tentukan sendiri, ya. :D

Akan kita tambahkan di sana, apa yang telah kita ketahui di tempat lain, dari catatan-catatan perang dan kepolisian, dari wawancara-wawancara serta forensik dan postur-postur bisu mereka yang telah mati. …. Dengan usaha-usaha kita sendiri, mungkin kita akan melihat bagaimana binatang yang bersemayam di dalam dirinya menolehkan kepala dan bergerak naik, memasuki dunia…. - Prolog, hlm.6

Buku keempat ini terasa sedikit berbeda dengan adanya sentuhan kebudayaan Jepang. Lady Murasaki (ibu tiri Hannibal) memiliki peran yang cukup signifikan. Sementara itu, versi layar lebar dari novel ini sudah ada dan menarik juga untuk dinikmati. Di atas itu semua, pastinya aku merasa lega karena akhirnya serial ini telah tuntas dibaca. Tersisa satu postingan lagi yang mau kutulis berisi rangkuman dari serial Hannibal Lecter. #semangat :D

Rating: 4/5 (really liked it)
Hannibal Lecter series by Thomas Harris:
#4 Hannibal Rising

Kutipan menarik dari novel Hannibal Rising:
Hannibal ingin menunjukkan berbagai hal kepadanya; dia ingin adiknya tahu, seperti apa rasanya menemukan sesuatu. - hlm.34

“Setiap orang layak mendapatkan waktu kita, Hannibal. Kalau pada pandangan pertama seseorang kelihatannya tidak cerdas, maka lihatlah dengan lebih seksama, lihat ke dalam dirinya.”- hlm.35

“Pikiran kita mengingat apa yang sanggup diingatnya, dan dengan kecepatannya sendiri. Dia akan ingat saat dia sanggup menahannya.”-hlm.116

“Sifat pemarah adalah berkah yang berguna tapi berbahaya.” - hlm.128

“Paul Momund membunuh dirinya sendiri. Dia mati karena kebodohan dan kekasarannya.” - hlm.161

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

7 Alasan Memilih dan Membeli Buku Bacaan

[Review] The Silmarillion by J.R.R Tolkien – Sebuah riwayat yang panjang

[Review] Cewek Paling Badung di Sekolah by Enid Blyton – Asal mula Elizabeth dikirim ke Whyteleafe