7 Kebiasaan yang Berubah dalam Memperlakukan Sebuah Buku

Buku merupakan salah satu benda yang kusuka di dunia ini. Meluangkan waktu untuk membaca acap kali dilakukan sejak kecil. Sebagai benda kesayangan, tentu buku mendapat perlakuan khusus dan istimewa. Dalam membacanya pun ada kebiasaan tertentu yang menyertai. Seiring berjalan waktu, ternyata ada yang berubah.

Bukan berarti buku tidak lagi diperlakukan dengan semestinya. Atau kegiatan membaca menjadi hal yang kurang disukai. Esensinya tetap sama hanya toleransi terhadap hal tersebut yang meluas. Begitu pula kurasa dengan sudut pandangku.

1| Melipat Halaman Buku

Dog-earing a book atau melipat halaman buku dulunya merupakan sesuatu yang bagiku tabu dilakukan. Apa gunanya pembatas buku yang biasanya sudah seperti pelengkap wajib saat membeli buku baru. Kalaupun buku tersebut tidak disertai pembatas, kita bisa gunakan apapun bahkan struk belanja minimarket, misalnya.

Ada dua alasan mengapa tidak mau melakukannya. Melipat halaman buku membuat tampilan buku tersebut menjadi jelek dan mengganggu pandangan mataku kala itu. Lipatannya bisa membuat bekas dan rasanya seperti merusak buku tersebut.

Alasan lainnya lebih sentimentil. Aku merasa melipat buku seperti menyakitinya. Haha, absurd ya. Namun memang pernah sebucin itu dengan benda yang bernama buku. Menjaga sebuah buku tetap mulus pernah menjadi jalan ninjaku, wkwk.

Namun seiring berlalu waktu, prinsip ini tidak lagi kupegang. Melipat halaman buku sudah acap kali dilakukan. Apalagi jika setelah baca ingin membuat ulasannya. Bukan hanya satu halaman saja yang dilipat melainkan banyak. Biar poin penting untuk bahan review buku tersebut mudah ditemukan kembali.

Melipat halaman juga terasa lebih mudah daripada menggunakan pembatas ataupun menempelkan sticky note/post-it. Lebih efisien dan tidak bikin riweuh sendiri.

Di sisi lain, buku yang terlipat halamannya sudah merupakan hal yang lumrah. Maksudnya risiko bagi sebuah buku untuk terlipat halamannya itu bisa terjadi kapanpun dan tanpa sengaja.

Misalnya jika buku tersebut terjatuh, terinjak, atau kalau pembacanya ketiduran saat membaca. Dan seiring bertambah usia, ternyata ada banyak hal yang lebih bikin pusing kepala ini daripada melihat buku yang terlipat halamannya, hehe.

Tentu saja buku yang kumaksud adalah buku koleksi pribadi ya. Jadi bukan buku pinjaman dari teman atau perpustakaan. Bukan juga buku yang langka, mahal, ataupun bernilai seni tinggi, misalnya. Buku-buku yang demikian wajib dijaga. Meskipun suka melipat halaman buku, namun hal tersebut tidak bisa berlaku untuk semua buku sih.

2| Menjual Koleksi Buku

Yup, buku-buku koleksiku sebagai sesuatu yang kubanggakan mulai dilepas satu per satu. Hanya buku-buku dengan spark joy yang kuat yang tertinggal.

Semuanya berawal saat melihat buku-buku tersebut berdebu dan mulai kekuningan. Ditambah keterbatasan waktu yang dipunya untuk merawatnya. Sedih, namun aku tidak begitu terampil dalam menjaga mereka.

Keinginan membaca ulang buku tersebut tentu ada. Namun ternyata ada banyak ikan di lautan eh maksudnya masih ada banyak buku diluaran sana yang ingin dilahap. Sementara waktu yang dipunya terbatas. Apalah arti sebuah buku bila tidak dibaca.

Jadi memberikan mereka ruang dan kesempatan baru adalah hal terbaik yang bisa dilakukan. Lalu mengapa dijual bukan didonasikan saja?

Salah satu alasannya biar aku yakin kalau buku-buku tersebut memang diinginkan. Maksudnya pemilik baru telah mengeluarkan usaha untuk menjangkau buku itu. Serta mau menunggu dengan sabar hingga buku tersebut sampai.

Hasil penjualan juga dimanfaatkan untuk beli buku baru lagi. Dan akan dilepas kembali jika tidak memberikan percikan kegembiraan yang kuat a.k.a spark joy). Tidak lupa, aku akan usahakan untuk membuat reviewnya dulu jika sudah selesai baca.

Proses ini tidak mudah. Terlebih aku lumayan sentimentil juga orangnya. Semuanya dilakukan bertahap dan perlahan.

Meski buku-buku koleksi dilepas, namun mereka boleh jadi abadi dalam blog ini dalam bentuk ulasan/review, dalam artikel lainnya yang membahas tentang buku, serta dalam foto (baik foto katalog jualan maupun instagram @kikioread).

Jika teman-teman berminat untuk ikutan adopsi buku preloved ini, bisa klik di sini untuk baca judul-judulnya. Atau bisa juga langsung meluncur ke toko oren Kikiocraft.

3| Target Baca Tidak Tercapai

Apakah ini hanya sebuah excuse alias permakluman? Bisa jadi ini hanya alasan belaka. Boleh jadi aku bukan tipe yang gigih berjuang hingga titik darah penghabisan, hehe. Entahlah.

Awal mula mengenal target baca buku tahunan, rasanya aku pernah begitu bersemangat untuk mencapainya. Efek sampingnya diri ini jadi begitu ngoyo. Jika tidak ada tanda-tanda bakal tercapai, malah jadi uring-uringan. Akhirnya sering mengeluhkan hal tersebut di banyak tulisan yang kubuat untuk blog ini.

Tidak ada yang salah dengan target baca. Cara menyikapinya saja yang tidak pada tempatnya. Seiring bertambah umur, aku tidak hanya melihat apakah target tersebut berhasil diraih. Melainkan juga melihat mengapa target tersebut bisa/tidak bisa terwujud. Pun demikian bagaimana caranya agar bisa dicapai dengan seideal mungkin.

Jadi bisa dibilang aku telah berdamai dengan target baca. Tidak akan main perasaan seperti menjadi pusing sendiri dan menjadikannya beban.

Target baca tahunan bakal tetap dibuat sampai kapanpun. Jika tidak tercapai di tahun ini, angka tersebut akan kembali muncul di tahun berikutnya. Jika sudah tercapai, maka baru akan naikkan angkanya. I'll do it for fun.

Mengikuti reading challenge dengan ketentuan baca yang menarik juga masih tergolong my cup of tea. Ingin kulakukan di suatu waktu nanti. Di waktu yang kurasa tepat, hehe.

4| Menyampul Plastik Buku

Pernah begitu rajin menyampul semua buku koleksi dengan plastik. Direkatkan dengan lem bawaan ataupun dengan lakban. Hasilnya cover buku tersebut menjadi lebih awet.

Namun di sisi lain menyusahkan saat dibaca. Bagiku ada rasa tidak nyaman saat memegangnya atau saat membalik halaman buku. Ada bunyi kresek-kresek yang juga terasa mengganggu.

Jika disampul setelah selesai baca, kemudian untuk beberapa waktu buku tersebut berdiam di lemari. Saat dilihat kembali, lakban untuk menyampulnya menimbulkan bekas yang tidak diinginkan.

Jadi demi menghemat waktu serta menimbang bahwa buku tersebut akan kembali kulepas dan boleh jadi tidak semua pembaca barunya suka bila buku tersebut disampul plastik, maka kegiatan ini kuhentikan.

Sebagai gantinya, aku masukkan ke dalam kantong plastik bening setelah selesai baca dan review. Jadi tidak hanya sampulnya saja melainkan seluruh bagian buku insya Allah terlindungi.

Bakal ribet sih kalau mau baca ulang. Namun biasanya aku jarang banget re-read sebuah buku. Saat membaca pun aku berusaha menjaga semuanya tetap utuh dan tampak seperti baru. Meski tidak disampul plastik, insya Allah cover-nya tetap awet.

5| DNF Itu Normal

DNF atau "Did Not Finish" adalah sebuah kondisi dimana pembaca tidak menyelesaikan buku yang sedang ia baca. Dengan kata lain, buku tersebut tidak tuntas dibaca sampai halaman terakhir.

Aku pernah menjadi anti-dnf. Rasanya sayang banget sudah mulai baca namun tidak diselesaikan. Sudah seperti kewajiban untuk membaca sebuah buku sampai tuntas per kata yang dituliskan dari awal sampai akhir.

Seiring berjalan waktu pikiran ini berubah. Ternyata ada kondisi tertentu yang sangat memungkinkan untuk berhenti baca meski telah memulainya.

Hal paling utama adalah soal keterbatasan waktu. Sad but true, tidak semua buku bisa dinikmati. Awalnya memang tertarik namun setelah dibaca, buku tersebut bisa terasa membosankan, mengesalkan, atau mungkin tidak sesuai dengan prinsip yang kita punya. Maka tidak masalah untuk berhenti baca daripada menghabiskan waktu untuk membaca yang tidak menyenangkan.

Jika kondisi di atas hanya pikiran sesaat atau sebab pengaruh mood yang sedang tidak oke, maka tetap tidak masalah berhenti baca sampai tiba waktu yang tepat untuk kembali dibaca. Terkadang sebuah buku memang punya waktunya sendiri hingga dia akhirnya bisa dituntaskan.

Kesimpulannya, saat ini aku tidak lagi merasa bersalah ataupun ragu-ragu jika tidak bisa baca sampai tuntas sebuah buku. DNF adalah hal yang normal. Sejauh ini ada beberapa buku yang dnf dengan alasannya masing-masing. Mungkin nanti akan kucoba buat postingan khusus soal ini.

6| Tidak Semua Buku Baru Aromanya Enak

Bibliosmia merupakan aroma khas dari sebuah buku. Bisa juga berarti orang yang suka mencium aroma buku baik buku tua maupun buku baru. Aku pernah seperti ini. Suka sekali dengan wangi buku baru lepas segel. Aroma tersebut membuat pengalaman baca menjadi lebih menyenangkan.

Nah, saat mulai mengenalkan buku ke anak, aroma buku yang baru dicetak atau lepas sampul menjadi pokok perhatianku. Baru kusadari kalau ada aroma cetakan atau tintanya yang tidak enak dan terlalu menusuk hidung.

Instingku merasa ini tidak aman untuk dihirup oleh anak. Dan itu juga membuatku tidak nyaman. Maka berubahlah diriku. Dari yang biasanya merasa tenang saat mencium aroma buku baru lepas segel, sekarang tidak sepenuhnya demikian.

Ya, namanya manusia. Suka berubah-ubah. Mungkin nanti saat anak sudah tumbuh lebih besar dan lebih kuat, kegemaran ini bakal kembali lagi. Mencium aroma buku tetaplah memberikan kesenangan tersendiri walaupun saat ini agak melemah kadarnya.

7| Buku Sobek, Tidak Masalah

Majalah Bobo edisi 50 tahun milikku bentuknya mulai berantakan. Cover-nya terlipat hingga berbekas. Bahkan halaman pertamanya sobek. Tersangkanya adalah anakku sendiri.

Sebab anakku masih kecil. Jari jemarinya belum luwes membuka maupun bolak balik halaman buku. Gerakan tubuh dan tangannya juga demikian. Belum bisa mengukur kadar kekuatan sentuhannya terhadap benda-benda di sekitarnya.

Jadi hal ini sangat bisa dimaklumi. Bukunya sobek, ya sudah. Mama hanya perlu menyimpan bagian yang terkoyak lalu mengisolasinya saat ia sedang tidur.

Sebelum memiliki anak, pantang melihat buku sobek. Namun melihatnya tertarik dengan buku (dalam konteks ini majalah Bobo), hati mama jadi luluh. Sementara untuk buku koleksi pribadi lainnya masih dijaga sedemikian rupa.

Solusi lainnya yang kulakukan adalah membelikannya buku sendiri. Board book merupakan salah satu alternatif terbaik. Ya, sesuai kebutuhan dan kecocokan dengan konten buku tersebut.

Penutup

Itulah tujuh kebiasaan terhadap buku yang bisa dibilang dulu tabu dilakukan namun sekarang sudah tidak lagi. Dan bisa saja akan berubah lagi suatu waktu nanti. Namanya manusia kan ya? Hehe. 

Ada yang samaan? Tulis di kolom komentar ya. Selamat membaca buku. Terimakasih sudah mampir ke Bukulova. Semoga betah. :D

Note:
Ini postingan dadakan biar tydack ter-kick dari 1m1c sebab sudah 5x bolos, wkwk. Maaf postinganku di blog Bukulova atau pun Pandoraque akhir-akhir ini sering tanpa gambar dan atribut lainnya serta belum balas beberapa komentar dari pengunjung. Terimakasih sudah mampir dan ikutan baca ya. 🙏

Comments

Popular posts from this blog

7 Alasan Memilih dan Membeli Buku Bacaan

[Review] The Silmarillion by J.R.R Tolkien – Sebuah riwayat yang panjang

[Review] Cewek Paling Badung di Sekolah by Enid Blyton – Asal mula Elizabeth dikirim ke Whyteleafe