[Review] The House at Pooh Corner by A.A. Milne

"Aku tidak akan melakukan Tidak Ada Lagi.”


Judul: The House at Pooh Corner
Pengarang: A. A. Milne
Ilustrasi: E. H. Shepard
Penerjemah: Berliani Nugrahanti
Penyunting: Suhindrati a. Shinta & Yuli Pritania
Penyelaras aksara: Nani
Penerbit: Noura Books
Terbit: Cetakan ke-1, Juli 2017
Tebal buku: 208 halaman
Format: Hardcover
ISBN: 978-602-385-287-1

Kisah keseharian beruang cokelat penyuka madu beserta teman-temannya di Hutan Seratus Ekar masih berlanjut. Buku kedua dari seri Winnie-the-Pooh ini masih sama menariknya dengan buku pertama. Sampul dan ilustrasi di dalamnya dibalut dengan warna-warna yang menyenangkan sehingga membuat betah untuk dibaca. Buku ini juga tidak terlalu tebal. Bisa dituntaskan dalam sekali duduk.

Di bagian awal buku pertama, ada halaman berjudul Introduksi. Halaman tersebut berisi perkenalan dengan sang karakter utama dan perihal asal usulnya. Sementara itu, The House at Pooh Corner dilengkapi dengan halaman pembuka berisi pesan yang berbeda. Halaman tersebut diberi judul Kontradiksi. Meski terletak di bagian awal buku, di sini penulis memberi kesan kalau ini buku terakhir tentang Pooh. Kesan tersebut dipertegas dengan cerita terakhir di bab kesepuluh yaitu tentang Christopher Robin dan Pooh yang tiba di sebuah tempat ajaib, dan kita meninggalkan mereka di sana.

Masih sama dengan buku sebelumnya, The House at Pooh Corner juga terdiri atas sepuluh bab yang masing-masing bab mengandung satu cerita. Diantara kesepuluh cerita tersebut, cerita di bab kedua, keempat, dan keenam adalah yang paling kusuka.

Cerita di bab kedua tentang kedatangan Tigger di Hutan Seratus Ekar. Orang dewasa pasti tahu, kan, Tigger itu jenis hewan apa. Nah, di sini Tigger tiba di Hutan dan mencari sarapan dibantu oleh Pooh dan Piglet. Premisnya menurutku menarik. Sarapan apa yang cocok di lidah Tigger? Mari kita lanjut ke bab empat. Ilustrasi cerita di bab empat ini yang digunakan sebagai sampul depan The House at Pooh Corner. Kisahnya masih tentang Tigger yang bersahabat dan bermain bersama Roo (anak Kanga). Saat membacanya aku dapat membayangkan tingkah mereka seperti dua anak lelaki yang aktif bergerak. Tigger membawa Roo memanjat namun setelah di atas pohon, ia kesulitan turun. Christopher Robin, Pooh, Piglet dan Eeyore datang membantu. Apa itu perlu? Terakhir, aku suka cerita di bab enam. Ini cerita tentang Pooh yang menemukan permainan baru dan Eeyore ikut bermain. Haha, terpaksa, sih, pada awalnya. Permainan tersebut berubah menjadi lebih mengasikkan. Langsung baca sendiri, ya. Intinya kisah-kisah Pooh dan teman-temannya tersebut sederhana namun enak untuk dinikmati.

Oh, ya, omong-omong soal Tigger, hewan ini adalah pendatang baru di Hutan Seratus Ekar. Tigger baru muncul di buku kedua ini. Di buku pertama atau Winnie-the-Pooh ada juga pendatang baru yaitu Kanga dan Roo. Rabbit yang agak usil, sempat mengajak Pooh dan Piglet mengerjai Kanga dan Roo. Ketika Tigger datang, Rabbit juga mempunyai ide untuk mengusili Tigger. Seperti sebelumnya, rencana tersebut tidak berjalan dengan sukses, hehe.

Ulasan kali ini tampaknya lebih banyak membandingkan The House at Pooh Corner dengan buku sebelumnya (Winnie-the-Pooh). Tak apalah. Jika pun dibandingkan, tidak ada yang lebih kusukai. Kedua buku ini sama menariknya khususnya bagi penggemar Winnie-the-Pooh sepertiku,

Rating: (4/5) really liked it
Baca juga:
Winnie-the-Pooh

Kutipan menarik dari buku ini:

“Aku tahu, kelihatannya memang mudah, tapi tidak semua orang bisa melakukannya.”-hlm.18
“Mereka memang aneh, Kecelakaan itu. Kau baru akan merasakannya kalau itu sudah terjadi.”-hlm.73
“Tidak perlu terburu-buru. Kita akan sampai di sana suatu hari nanti.” Namun, semua aliran sungai kecil di Hutan pergi ke sana kemari, terburu-buru, penuh semangat, mencari sebanyak-banyaknya pengetahuan sebelum terlambat.-hlm. 96
Kadang-kadang Sesuatu yang terasa sangat Pas di benakmu menjadi berbeda saat dibawa keluar dan dilihat oleh orang lain.-hlm.107
“Semua orang sebenarnya baik.”-hlm.114

Comments

Popular posts from this blog

7 Alasan Memilih dan Membeli Buku Bacaan

[Review] The Silmarillion by J.R.R Tolkien – Sebuah riwayat yang panjang

[Review] Cewek Paling Badung di Sekolah by Enid Blyton – Asal mula Elizabeth dikirim ke Whyteleafe