[Review] Sleeping Murder by Agatha Christie – Misteri terpendam di rumah “baru” Gwenda
“Aku tidak mengatakan bahwa sesudah itu
mereka bisa hidup senang, karena hukuman Tuhan ada bermacam-macam cara.” - Miss
Marple
gambar diambil dari sini |
Judul: Pembunuhan
Terpendam
Judul asli: Sleeping
Murder
Series: Miss Marple #13
Series: Miss Marple #13
Pengarang: Agatha Christie
Penerbit: Gramedia
Pustaka Utama
Tahun terbit: April,
2012 (cetakan ke-7)
Tebal buku: 320
halaman
ISBN:
978-979-22-7580-3
Setelah
selesai membaca seri Hercule Poirot (Hallowe’en Party, Lord Edgware Dies), lalu
seri Tommy and Tuppence (N or M), aku kembali membaca karangan Agatha Christie
yang berjudul Sleeping Murder. Haha, kurangnya pengetahuan membuatku mengira
jika buku Agatha yang beredar hanya bercerita tentang Poirot saja. Namun
setelah membaca N or M, aku pun tahu ada seri Tommy and Tuppence. Lalu
bagaimana dengan Sleeping Murder? Well, buku yang ini berbeda dari tiga buku
lainnya. Seri ini bercerita tentang Bibi Jane atau Miss Marple dalam mengungkap
sebuah kasus. Ya, kali ini kasus pembunuhan. Sedihnya, Sleeping Murder adalah
karya terakhir dari seorang Agatha Christie.
“Jane Marple perempuan tua yang menarik.
Badannya tinggi kurus, pipinya kemerah-merahan, dan matanya berwarna biru.
Tingkah lakunya lembut, tapi bicaranya sedikit cerewet. Di matanya yang
berwarna biru itu sering terlihat ada kejutan.” (hal. 34)
Buku ini
bercerita tentang Gwenda Reed baru saja menikah dengan Giles Reed. Pasangan
muda ini ingin tinggal di rumah baru. Mereka memutuskan agar Gwenda yang
mencari dan membeli rumah tersebut. Oleh karenanya, Gwenda berlayar dari New
Zealand ke Inggris. Gwenda ingin membeli rumah yang dekat dengan pantai dan dia
akhirnya membeli sebuah rumah bergaya Victoria di Plymouth, Inggris.
Sejak awal
melihat rumah tersebut, Gwenda seperti sudah memiliki ikatan tersendiri dengan rumah
ini. Beberapa kejadian aneh membuatnya berpikir jika rumah tersebut menyimpan
sesuatu yang tidak wajar. Dari alam bawah sadar Gwenda muncul ingatan akan
kematian seorang gadis muda bernama Helen yang dicekik oleh sebuah tangan
berwarna abu-abu seperti tangan monyet.
Tidak tahan
dengan kejadian ganjil yang menimpanya, Gwenda menenangkan diri ke rumah
sepepunya di London. Di sanalah dia bertemu dengan Miss Marple dan meminta
bantuannya. Miss Marple sudah mengingatkannya agar tidak lagi mengungkit kematian
tersebut. Akan tetapi Gwenda dan Giles tidak bisa dicegah. Ketika mereka telah
terlibat terlalu dalam dengan kasus ini, baru mereka menyadari bahaya apa yang
sebenarnya mereka hadapi. Namun mereka sudah tidak bisa lari lagi.
Selalu, hal
yang menarik (bagiku) dari hasil karya Agatha Christie adalah sisi psikologi
yang Agatha tampilkan. Kita bisa mempelajari sisi psikologi manusia dan arti
ari tingkah laku seseorang melalui novel-novel karangannya. Ini membuat novel
Agatha bukan sekedar novel detektif dengan kasus criminal dan diselesaikan
secara “kasat mata”. Ada kedalaman dalam alur yang dia jalin, ada kaitan dan
pembahasan tentang psikologi manusia, dan ada pelajaran yang bisa kita ambil.
“Giles pria yang sangat menarik, bertubuh
tinggi, kelihatannya jujur, dan agak pemalu. Miss Marple memperhatikan dagu
Giles yang menandakan ketegasan juga bentuk rahangnya.” (hal. 49)
“Mata Mr. Fane yang berwarna sangat abu-abu
dan pucat kini tampak aneh, lemah, dan tidak fokus. Sorot matanya seakan
menyatakan dia sebenarnya tidak berada di situ.” (hal. 148)
“Dia berdiri di sana, jemari tangannya
mengelus-elus rahangnya yang panjang, yang menandakan sifat orang yang suka
berkelahi.” (hal. 209)
“Menurut para ahli biasanya memang begitu.
Kalau kita tidak yakin atas diri sendiri, kita akan bersikap sombong, suka
mempertahankan diri, dan cenderung bersikap menguasai.” (hal. 298)
Hal lainnya
yang menarik bagiku adalah cita rasa klasik dari cerita-cerita yang Agatha
tulis. Entahlah, aku rasa aku salah satu penggemar buku/novel klasik atau buku
dengan latar belakang masa lalu. Aku suka dan penasaran dengan cara hidup
manusia di masa silam. Aku pun suka dengan banyak nasihat yang dituliskan di
novel seperti ini. Aku bisa mencoba untuk berimajinasi melalui
gambaran-gambaran kisah yang disajikan oleh Agatha dan pengarang kisah klasik
lainnya. Berimajinasi mengenai cara mereka berpakaian, cara mereka bersikap,
terlebih sopan santun dan tradisi yang masih begitu terjaga. Ya, dan Agatha
sendiri pun menulis buku-bukunya (boleh dibilang) di tahun-tahun yang lalu.
Agatha tidak mereka-reka melainkan dia memang hidup di masa itu, masa silam.
Adapun satu
informasi menarik lainnya dari buku ini terkait dengan budaya atau kebiasaan
masyarakat di sana. Aku tidak tahu pasti, tetapi jika boleh kutebak, sepertinya
kebiasaan ini masih hidup hingga sekarang. Baiklah kebiasaan yang aku bicarakan
itu adalah kebiasaan memberi nama kepada sebuah rumah dan minum brendi ketika
tidak enak badan. Beberapa nama rumah yang sempat disebutkan di sini antaralain
Hillside, Calcutta Lodge, dan Linscott Brake. Sementara mengenai minuman
Brendi, aku tidak bisa menjelaskan lebih banyak mengenai apa dan bagaimana
rasanya ataupun khasiatnya untuk kesehatan. Aku rasa itu sejenis minuman
beralkohol. Namun berikut kutipan dari novel tersebut mengenai kedua informasi
yang kuanggap menarik tersebut.
“Dia masih
mempunyai kenangan samar-samar mengenai tempat ini, bahwa Hillside sebenarnya
rumah tempat dia dulu pernah tinggal, akan tetapi Gwenda tetap merasa kurang
yakin.” (hal. 70)
“karena
kelihatannya ayah Anda baru datang dari India. Rumah Anda ini namanya Calcutta
Lodge, bukan?” (hal. 72)
“… Saya
Mrs. Reed. Kami mendengar informasi tentang sebuah rumah. Namanya Linscott
Brake. Apakah… apakah Anda tahu sesuatu tentang rumah itu?saya rasa letaknya
tidak jauh dari rumah Anda.” (hal. 282)
“Melihat
Mrs. Crocker sukar bernapas dan wajahnya berubah biru, Gwenda jadi takut dan
cepat-cepat pergi ke lemari tempat minuman, menuangkan sedikit brendi untuk
Mrs. Crocker supaya diminumnya sedikit demi sedikit.” (hal. 294)
Jika bicara
soal penampilan, novel ini dikemas dengan manis sekali. Tidak seperti seri
Poirot serta Tommy dan Tuppence, warna dominan cover buku ini adalah merah
marun dan putih. Ada gambar ular derik yang menjulurkan lidahnya di bagian
tengah cover bagian depan. Judul buku, nama pengarang serta si ular tadi di
cetak timbul sehingga memberikan kesan elegan dan menarik. Ya, walaupun aku
lupa apa hubungannya ular derik dengan alur cerita di novel ini, haha. Oh ya,
tulisan di dalam buku ini juga dicetak dengan rapi serta tidak ada huruf yang
berbayang seperti produk bajakan atau cacat.
Cerita
karangan Agatha selalu menarik perhatianku. Walaupun bukan cerita jaman modern
namun alurnya menarik. Kasus yang digulirkan pun tidak rumit ataupun murahan.
Ketika membaca bukunya, kita juga seolah diajak untuk menganalisa dan membantu
si detektif dalam memecahkan kasus tersebut. Dan membaca buku selalu jadi hal
yang menyenangkan. Bahkan melalui novel kita bisa memperoleh informasi baru
seperti hal-hal yang kuceritakan di atas. Ah, baiklah, aku juga ingin membaca
serial detektif rekaan penulis Indonesia. Dulu pernah membaca satu judul, hanya
saja sudah lupa karena sudah lama sekali. Mungkin nanti akan ada kesempatan
untuk membaca dan mereviewnya. Bagaimana dengan kalian? Apa serial detektif
kesukaan kalian? :)
Rating: (4/5) really liked it
Comments
Post a Comment