Review Novel Seruak Karya Vinca Callista

Dasarnya, manusia hanya mampu memaklumi pemikiran dan perbuatan orang lain sesuai standarisasi pribadi dan menjadi sok berkuasa begitu terkejut melihat yang berbeda.


Judul: Seruak
Pengarang: Vinca Callista
Editor: Ariobimo Nusantara
Penerbit: Grasindo
Terbit: Cetakan pertama, 2014
Tebal buku: 434 halaman
Format: Paperback
Genre: Thriller
ISBN: 978-602-251-428-2

Novel ini adalah fiksi terakhir yang ternyata sempat kutuntaskan sebelum tahun berganti. Tepat satu hari sebelum masuk 2022 alias tanggal 31 Desember, novel Seruak setebal 434 berhasil selesai dibaca.

Dari judulnya mungkin sudah bisa menebak kalau ini bukan novel terjemahan. Setelah membaca beberapa ulasan terkait novel ini, aku jadi teracuni untuk ikutan baca. Lalu secara tidak sengaja, aku pun menemukan Seruak saat berkunjung ke toko buku. Ini terjadi sudah lama, sekitar lima tahun lalu. Yup, novel ini telah lama berdiam di lemari.

Seruak bercerita tentang sebelas mahasiswa dari Universitas Palagan. Mereka datang ke desa Angsawengi dalam rangka Kuliah Kerja Nyata (KKN). Kesebelas mahasiswa tersebut memiliki kepribadian dan latar belakang keluarga serta kehidupan yang berbeda-beda.

Kehidupan KKN dimana masing-masing berkumpul dan tinggal seatap dengan orang lain awalnya berlangsung baik-baik saja. Menjelang pertengahan novel susana berubah. Teror demi teror seperti lelaki misterius yang membawa mesin potong rumput kemana-mana, desa yang penuh dengan anak kecil serta anjing-anjing besar yang bebas berkeliaran membuat suasana KKN mereka menjadi tidak nyaman.

Lalu kematian pun datang satu per satu bersamaan dengan rahasia yang terbongkar baik itu tentang masa lalu setiap anggota KKN, latar belakang keluarga mereka hingga rahasia perihal desa Angsawengi itu sendiri. Begitu pula dengan tujuan tertentu dari beberapa mahasiswa yang ternyata membahayakan.

Membaca buku ini menurutku tidak mudah. Sedari awal, pembaca akan disajikan oleh rangkaian paragraf berisi deskripsi yang cenderung sulit dipahami. Aku melihatnya sebagai sebuah perenungan akan jiwa, cara berpikir serta nilai eksistensi manusia dan alam. Kata-kata yang disajikan butuh dicerna sedemikian rupa sebelum pembaca akhirnya bisa masuk dan menikmati alur cerita yang disajikan.

Penulis juga sering menggunakan kalimat yang panjang-panjang. Kalimat ini tidak dijeda oleh titik atau dipecah menjadi beberapa kalimat. Ditambah lagi ukuran huruf yang kecil. Haha, membacanya jadi membuat lelah dan bingung. Namun sebenarnya kisah yang disajikan menarik. Begitu pula dengan isi dari kalimat-kalimat tersebut, berkualitas, jika mau ikut merenungkannya. Berikut contohnya.

Memangnya saya mikirin selera orang lain waktu pilih baju yang saya pakai, sampai cewek-cewek bodoh yang sok populer di kampus merasa perlu mengisi waktu dengan berbisik-bisik menghina pilihan saya, yang bagi mereka terlalu mencolok; atau si cewek norak sok cantik dari angkatan senior itu merasa penting berteriak-teriak menyindir dari jauh tanpa berani menyebut nama saya karena menurutnya gaya saya aneh dan saya tahu pelecehan terhadap saya itu dilakukannya supaya anggota gengnya dan cowok gebetannya menganggap dia pemberani, kasihan. - hlm. 3

Oleh karena itu, aku sempat memberi jeda saat menikmati buku ini (tidak bisa kubaca sekali duduk). Jika kalian sedang menderita reading slump, sebaiknya jangan langsung mencoba buku ini. Jadikan alternatif saja ketika butuh bacaan thriller dengan nuansa lokal yang “unik”.

Dua hal yang boleh jadi merupakan koentji untuk menikmati novel ini yaitu perihal kepribadian dan nama tokoh. Penulis tampaknya bermain dengan berbagai kepribadian. Aku suka setiap anak memiliki karakter dan kecenderungan yang berbeda-beda. Menulis dengan banyak karakter yang dipegang hingga akhir dengan disisipi beberapa perkembangan itu tidak mudah.

Lebih lanjut, di bagian awal pembaca bisa jadi bingung karena ada dua kepribadian yang muncul bergantian dan jika dikaitkan dengan jumlah mahasiswa yang KKN, jumlahnya akan menjadi ambigu. Kepribadian ini digambarkan dengan kata “saya”. Terkadang kepribadian ini menjadi tokoh utama lalu berikutnya seperti orang ketiga yang serba tahu. Saranku terus baca saja sebab nantinya akan terbiasa.

Begitu pula dengan nama tokoh. Aku sudah merasa nama-nama yang digunakan memiliki maksud tersendiri. Sebab susunan katanya ada yang unik dan sering disebut berulang secara lengkap dalam kalimat.

Di ujung cerita, ada beberapa twist (lebih dari satu) berkaitan dengan nama tokoh. Entahlah, rasanya nama-nama ini sesuatu yang menarik namun karena sering muncul dalam banyak deskripsi dan percakapan, jadi terasa tidak nyaman saat membacanya. Haha, kira-kira seperti itulah. Sulit pula aku menjelaskannya.

Sesuai dengan judulnya yang menggunakan kata dasar yang tidak umum digunakan, Seruak berisikan banyak narasi yang awalnya akan membuat bingung pembaca. Susunan kalimat yang panjang, susunan kata yang terbentuk membuat benak harus berpikir ekstra. Pengantar seperti ini boleh jadi bisa membuat pembaca mundur atau minimal memberi jeda jika masih punya tekad untuk menuntaskan novel ini.

Namun jika dilihat dari isi cerita lalu kedalaman buah pikiran yang disajikan, Seruak bisa terasa sangat menarik. Konsep kepribadian, eksistensi dan wawasan tentang kehidupan manusia serta alam sekitar, komunikasi dan kompromi antar tokoh, sebenarnya telah dikemas dengan “unik” dan bagus.

Di satu sisi, memang ada adegan yang agak dipaksakan seperti bencana alam yang terasa mendadak dan kematian yang tidak rasional. Meskipun demikian beberapa plot twist di akhir cerita menambah nilai positif untuk Seruak. Begitu pula perasaan puas saat berbagai misterinya terungkap setelah sempat bingung dan perlu ekstra adaptasi di awal mula menikmati novel ini.

Rating: 3.5/5 (i liked it)
Kutipan menarik dari buku ini:

“....pengalamannya bertemu para pejabat negara yang dianggapnya suka menyeriuskan hal sepele, tapi justeru menyepelekan hal yang serius.” - hlm.23

“Orang-orang yang telah menguasai teknik mengontrol gengsi biasanya akan lebih percaya diri, tidak butuh basa-basi yang bertele-tele sehingga jarang menimbulkan salah paham, dan bisa lebih sigap menghadapi situasi genting yang membutuhkan keputusn efektif secra instan serta kesiapan diri yang spontan.” - hlm.66

“Ada anak-anak seperti kami yang terlahir sebagai bagian kecil dari pelengkap keseluruhan hidup orang tua, ibarat sebuah hadiah yang saat itu sedang didamba tiba-tiba terwujud lewat kiriman kado, obsesi sekejap, yang kemudian tak akan lagi dipedulikan setelah dikalahkan oleh obsesi lainnya yang lebih menguntungkan serta tidak merepotkan.” - hlm. 74

“Manusia memang berharga, selalu ada yang memiliki harga lebih bagi seseorang.” - hlm. 104

“Selalu dicarinya, sebab dia menyenangkan. Manusia menyenangkn akan dipertahankan.” - hlm.146

“Orang-orang suka memberikan label untuk orang lain bahkan hanya diketahuinya sebatas nama panggilan dan nama orang tuanya.” - hlm.182

Comments

  1. mengetahui ada novel genre psychothriller karya penulis Indonesia itu menarik. gak kebayang kalau ada film yang pake genre ini.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya menarik mas. Alur ceritanya juga bagus. Kalau difilmkan seru juga nih.

      Delete
  2. nice review kak, kejadiannya apakah mirip dengan KKN desa penari kah ka?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah kebetulan belum baca yang KKN Desa Penari. Jadi gak bisa komentar banyak. Cuma kalau misalnya KKN Desa Penari itu horor atau ada mistis gitu, Seruak beda. Di Seruak gak ada unsur mistis atau penampakan setan dsb.

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

7 Alasan Memilih dan Membeli Buku Bacaan

[Review] The Silmarillion by J.R.R Tolkien – Sebuah riwayat yang panjang

[Review] Cewek Paling Badung di Sekolah by Enid Blyton – Asal mula Elizabeth dikirim ke Whyteleafe