[Review] Goodbye, Things by Fumio Sasaki
Jika
anda mengalami apa yang saya rasakan ketika itu—tidak puas dengan kehidupan
anda, merasa tidak aman, tidak bahagia—cobalah mengurangi barang-barang di sekitar
dan anda akan berubah. – Fumio Sasaki
Judul
Asli: Bokutachini,
Mou Mono Wa Hitsuyou Nai
Judul
Terjemahan: Goodbye, Things – Hidup Minimalis ala Orang Jepang
Penulis:
Fumio
Sasaki
Penerjemah: Annisa Cinantya Putri
Perwajahan isi: Fjarianto
Penerbit:
Gramedia Pustaka Utama
Terbit:
Cetakan kedelapan, Maret 2020
Tebal
buku: ±247 hlm (di luar prakata, dll)
Format:
Paperback
ISBN:
978-602-03-9840-2
Biasanya aku lebih tertarik dengan buku-buku
fiksi. Terlepas dari genre dan asal negara penulisnya, aku lahap saja asalkan
premis yang ditawarkan menggiurkan. Tidak heran jika di blog Bukulova ini ada
banyak review/ulasan dari buku-buku fiksi. Bahkan sejauh ini, baru dua buku
nonfiksi yang kuulas. Namun kali ini aku akan mencoba mengulas satu lagi.
Bicara sedikit tentang non fiksi,
ketertarikanku baru muncul sekitar setahun terakhir tepatnya saat membaca The Life-Changing Magic Life of Tidying Up
karya Marie Kondo. Entah bagaimana aku temui diriku tidak merasa bosan
membacanya. Di sisi lain, ilmu yang kudapatkan dari buku tersebut sangat
aplikatif dan mampu menggugahku. Singkatnya apa yang Marie Kondo sampaikan di
bukunya memberikan pemahaman baru yang menarik yang ingin segera kuterapkan.
People
tend to find books when they are ready for them. – Neil Gaiman
Buku Marie Kondo tersebut belum sempat
kuulas. Namun secara garis besar, Marie menulis tentang minimalisme. Hingga
beberapa hari yang lalu, aku masih mendengar banyak bahasan tentang minimalisme
ini, baik melalui blog atau pun kanal Youtube. Banyak yang tertarik dengan konsep
ini dan menerapkannya dihidup mereka. Seiring berjalan waktu, aku sudah mulai
mempelajari dan menerapkannya. Oleh karena itu, meski mungkin sudah terlambat
(buku yang kupunya cetakan kedelapan, hehe), aku senang sekali akhirnya bisa
membaca Goodbye, Things – Hidup minimalis
ala orang Jepang.
Buku ini ditulis oleh Fumio
Sasaki—penggiat minimalisme dari Jepang yang hidup di flat kecil berukuran
sekitar 25 meter persegi dengan sedikit barang. Sasaki bercerita tentang
pengalamannya saat sebelum dan sesudah menjadi minimalis. Ia juga membagikan
beberapa kiat dan tahapan dalam membuang/berpisah dengan barang-barang
di sekitar meski banyak diantaranya boleh jadi mengandung kenangan yang
kuat. Selain itu ia juga menuliskan manfaat yang didapat dari kegiatan
tersebut.
Satu hal yang menarik dari buku ini
berada di bagian depannya. Pembaca tidak langsung disuguhkan oleh paragraf demi
paragraf. Buku ini dimulai dengan beberapa foto dokumentasi dari lima
orang/keluarga (termasuk Fumio sendiri) yang telah menerapkan minimalisme di
dalam kehidupan sehari-hari mereka. Semua foto tersebut secara sekilas
memberikan kita gambaran mengenai minimalisme sekaligus sedikit menunjukkan
kalau tidak ada aturan baku di dalam konsep ini. Ada satu rumah yang nyaris
kosong tanpa peralatan rumah tangga. Namun di halaman selanjutnya ada pula
sebuah rumah yang masih dilengkapi dengan sofa dan televisi, misalnya. Jika
kucermati, setiap rumah yang dijadikan contoh tersebut memiliki satu kesamaan
yaitu adanya ruang yang lapang dan lebih sedikit barang. Oh, ya, profil pemilik
rumah juga disertakan di bagian bawah foto dan dari keterangan tersebut kita
bisa memahami konsep minimalisme yang mereka ikuti.
Seorang
yang minimalis adalah orang yang tahu persis hal-hal apa saja yang bersifat
pokok bagi dirinya, dan yang mengurangi jumlah kepemilikan barang demi memberi
ruang bagi hal-hal utama itu. – hlm.15
Salah satu pokok bahasan yang kusukai di
buku ini adalah mengenai “Daftar Tugas Tanpa Suara”. Sasaki berpendapat saat
kita membuang barang maka tingkat konsentrasi kita akan meningkat. Hal ini
disebabkan semakin sedikit pesan-pesan “sunyi” yang kita terima dari
barang-barang yang kita miliki. Contohnya saat melihat tumpukan pakaian kotor. Saat menatap tumpukan tersebut mereka seolah-olah dapat berkata “Ayo, cuci kami
sekarang!” Atau misalnya di kasusku, buku-buku yang berdiam di rak dan belum
sempat dibaca. Ketika melihat buku tersebut, aku merasa seolah mereka meminta
untuk segera dibaca karena memang untuk itu, kan, buku tersebut dibeli. Masalahnya
selain buku-buku, aku juga memiliki barang lainnya yang belum tentu benar-benar
aku butuhkan namun mereka sudah harus diurus.
Intinya, semakin banyak barang yang
dimiliki, semakin banyak daftar tugas sunyi yang dikirimkan untuk segera
merawatnya atau melakukan sesuatu terhadapnya. Aku menyukai pokok bahasan ini karena
menarik dan membuat mind blowing.
Rasanya inilah jawaban ketika kepalaku berdenyut karena bingung harus duluan
mengerjakan “tugas tanpa suara” yang mana. Ujung-ujungnya aku melarikan diri ke
kasur dan tidur. Ugh, itu bukan hal
yang bagus.
Secara keseluruhan, aku menyukai buku ini.
Kesannya memang sedikit personal, karena Sasaki banyak bercerita berdasarkan
sudut pandang pribadinya (pembaca bahkan dapat menyimpulkan kalau ia sangat
mengidolakan Steve Jobs dan produk Apple, hehe). Namun karena itu buku ini lebih bersifat evidence based atau bukan hanya teori semata. Selain itu, ada beberapa bagian yang diulang-ulang meski rasanya tidak diperlukan
(namun jadi lekat di benak, sih). Di luar hal tersebut, pendapat dan pola pikirnya menarik untuk disimak dan diikuti.
Wawasanku tentang minimalisme lumayan bertambah. Jantung buku ini yang mengenai
membuang barang, juga dijabarkan dengan jelas dan terasa sepenuh hati. Oh, ya, selain
barang, minimalisme yang juga dianjurkan adalah mengenai informasi. Pembatasan
terhadap informasi juga perlu dilakukan (untuk keterangan lebih lanjut mengenai
hal tersebut, silakan baca langsung buku ini). Ya, singkatnya ini buku yang
menarik dan salah satu buku non fiksi yang akan kubaca ulang.
Minimalisme
bukan kompetisi. Tidak perlu sesumbar tentang betapa sedikit yang kita miliki. Tidak
usah menghakimi orang lain yang memiliki lebih banyak barang. Minimalisme adalah
cara mencapai suatu tujuan. – hlm.124
Rating:
4/5 (really liked it)
Kutipan
menarik lainnya dari buku ini:
Bukan
daun gugur yang coba ia bereskan; yang ia sapu adalah rasa malasnya sendiri. –
hlm.144
Orang
bisa berubah dan perubahan dimulai dari gaya hidupnya. – hlm.149
Hanya
rasa syukur yang bisa menandingi rasa bosan. – hlm.219
[Update]
Silakan klik thumbnail berikut jika ingin melihat review/ulasan buku ini dalam bentuk video.
makasih reviewnya
ReplyDeleteSama-sama kak. Terimakasih telah mampir.
DeleteWah, saya belum baca buku tentang hidup minimalis yang ini. Tapi saya sudah baca yang Seni Hidup Minimalis dan Seni Membuat Hidup Jadi Lebih Ringan karya Francine Jay. Saya langsung tergerak untuk beres-beres barang setelah baca kedua buku itu. Semoga nanti saya juga bisa baca yang ini.
ReplyDeleteWah, mantap. Buku-buku tema hidup minimalis seringnya ampuh bikin lebih peduli dengan barang-barang di sekitar dan mulai beres-beres, deh. Dua buku yang kak Ira sebutin, aku belum pernah baca. Sipp masuk wishlist.
DeleteSelalu pengen baca buku ini tapi belom kesampean. Makasih reviewnya jadi keinget buat baca ini lagi deh!
ReplyDeleteSelamat membaca, kak. Terimakasih sudah mampir.
DeleteHi, saya juga udah baca buku ini, suka bangeet. Buku ini mengakibatkan berkurangnya banyak barang dirumah, hahaa..
ReplyDeleteHaha, memang ampuh banget buku ini. Aku merasa gitu juga. :D
DeleteTerima kasih reviewnya yaa, aku jadi tertarik baac buku ini setelah baca reviewny, tenang-tenang, sudah masuk wishlist ku kok, hehe
ReplyDeleteHaha, sipp. Semoga terwujud wishlist-nya. Terimakasih telah mampir kemari.
DeleteHalo, salam kenal Kak. Baru pertama kali mampir kesini dan tertarik dengan ulasan mengenai buku ini. Kebetulan memang ingin mempelajari tentang minimalism. Makasih yaaa atas ulasannyaaa. :))
ReplyDeleteHai, Devina. Salam kenal. Sama-sama, ya. Terimakasih sudah mampir. Semoga ulasannya bermanfaat. :)
Delete