[Review] The Book of Mirrors by E.O. Chirovici

Ingatan kita tak lebih dari semacam rel film yang bisa disambungkan sesuka hati oleh editor gambar yang ahli, atau semacam gelatin yang bisa dibentuk menjadi sosok apapun. - Laura


Judul asli: The Book of Mirrors
Judul terjemahan: Cermin Muslihat
Pengarang: E.O. Chirovici
Alih bahasa: Dina Begum
Editor: Bayu Anangga & Siska Yuanita
Desain & ilustrasi sampul: Eduard Iwan Mangopang
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Cetakan pertama, 2017
Tebal buku: 328 halaman
Format: Paperback
Genre: Mystery & Thriller
ISBN: 978-602-03-5127-8

The Book of Mirrors diterjemahkan sebagai Cermin Muslihat. Saat membaca sinopsis ceritanya di bagian belakang buku, aku mengira kasus yang diangkat di buku ini berkaitan dengan cermin. Di salah satu kisah Poirot yang pernah kubaca, cermin dapat membuat kita salah menduga. Bayangan yang dihasilkan dapat menjadi berkebalikan seperti kanan menjadi kiri dan sebaliknya. Intinya apa yang tampak bukanlah yang sebenarnya alias semu. Setelah tuntas membaca buku ini, dapat kutarik kesimpulan kalau di novel ini cermin bukan menjadi alat melainkan kiasan.

Novel karangan penulis Rumania ini mengajak kita melihat suatu kasus pembunuhan dari banyak kacamata, terutama para saksi mata yang terlibat di dalamnya. Sedikit banyak, dari buku ini aku mengetahui bahwa otak manusia diduga dapat melakukan hal besar perihal ingatan. Otak dapat memoles ingatan dari suatu peristiwa, dapat menciptakan ingatan baru yang subjektif terhadap suatu hal dan itu boleh jadi dilakukan tanpa maksud jahat; ingin mengelabui orang lain, dsb. Kurang lebih mirip menulis ulang ingatan yang dilakukan tanpa sadar dan tanpa niat jahat. Aku setuju dengan pernyataan Chirovici pada paragraf terakhir Catatan dari Penulis di halaman penutup. Menurutnya novel ini bukan bertema whodunit melainkan lebih ke whydunit ~merujuk kepada motif atau alasan dibaliknya.

Aneh rasanya mengetahui bahwa sesuatu yang kupercaya sebagai kepingan kenyataan yang tak disangsikan lagi ternyata hanya hasil sudut pandang subjektifku terhadap sesuatu atau situasi. (Richard, hlm.61)

Kasus pembunuhan atas Profesor Wieder telah terjadi puluhan tahun yang lalu. Suatu hari,  kasus ini kembali ke permukaan setelah sebuah memoar tentang hal tersebut sampai di sebuah kantor penerbit. Richard Flynn mengajukan sepenggal naskah pembuka tentang peristiwa tersebut. Naskahnya terkesan valid karena ia termasuk salah satu saksi mata yang ikut diwawancarai oleh pihak kepolisian saat itu. Naskah yang tidak lengkap itu memancing rasa penasaran Peter Kaltz~agen literatur yang menerima dan membaca naskahnya pertama kali. Sayang sebelum mengetahui kelanjutan ceritanya, Flynn meninggal dunia akibat kanker yang menggerogoti paru-parunya.

Kaltz menghubungi John Keller, seorang wartawan yang ahli merangkai banyak kepingan informasi terkait suatu peristiwa. Ia pun meminta Keller menyelidiki dan melengkapi potongan kisah Flynn mengingat kisah tersebut dapat bernilai sejuta dolar jika diselesaikan. Penyelidikan Keller akhirnya melibatkan banyak orang dan banyak hal. Novel ini pada akhirnya mengajak kita (pembaca) untuk menyelami banyak kepribadian dan motif-motif yang mendasari perilaku atau keputusan yang diambil oleh para karakter di dalamnya. Bukan hanya kepribadian pembunuh, melainkan juga si korban, para saksi mata, penyidik dari kepolisian terkait, hingga orang-orang lain di sekitar mereka baik di masa lalu maupun di masa depan (berpuluh tahun kemudian) setelah peristiwa tragis itu terjadi.

Secara garis besar, novel ini terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama tentu berisi penggalan pembuka memoar yang Richard Flynn tulis serta peran Peter Kaltz terkait naskah yang diterimanya. Bagian kedua berisi penyelidikan John Keller yang ingin mengungkap kebenaran sekaligus potongan pelengkap naskah tersebut. Sementara bagian ketiga yang juga bagian terakhir dilakukan oleh Roy Freeman, seorang penyidik kepolisian untuk kasus pembunuhan tersebut di masa lalu. Ia gagal mengungkap apa yang sebenarnya terjadi dan hal tersebut telah memberi beban psikis di benaknya selama bertahun-tahun.

Secara keseluruhan aku menyukai buku ini. Tema ceritanya memang seputar pembunuhan namun diangkat dengan cara yang berbeda dan unik. Ada banyak tokoh dan karakter minor yang terlibat. Setiap karakter tersebut menambah kerumitan kisah yang The Book of Mirrors sajikan. Tidak perlu menebak-nebak pelakunya karena bukan itu tujuan dari novel ini. Nikmati saja alur ceritanya. Ketika sudah sampai di akhir buku, otak akan mengajak kita untuk mengingat kembali aneka salah paham yang pernah terjadi di kehidupan kita. Ya, itu efek yang terjadi pada otakku, sih.

“…dan deretan cermin muslihat yang biasa ditemukan di karnaval saat aku masih kecil—semua yang dilihat saat masuk ke sana benar sekaligus salah.” (Roy, hlm.314)

Rating: 3.7/5 (liked it)

Comments

  1. Cerita kayak gini selalu bikin penasaran dan pengen baca terus. Kalau saya pasti sambil nebak-nebak. Ini gimana ya kelanjutannya? Dan kalau udah penasaran bakal susah berhenti. Dulu bisa seharian baca buku doang. sekarang sering'an maen hp😁

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haha. Iya betul. Kalau aku pernah juga sampai ngintip ke halaman terakhir. Kalau gak karena kepo, ya karena gregetan gitu. Kapan nanti cobain baca buku lagi kak 😄

      Delete
  2. Jangan menebak-nebak tapi suka bikin penasaran ya buku dengan tema seperti ini. Selalu pengen nebak-nebak siapa pembunuhnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haha, iya sih. Buku dengan genre mystery & thriller umumnya bikin penasaran. Khusus buku ini, mengetahui siapa pembunuhnya jadi sesuatu yang tidak penting lagi. Karena jalinan kisahnya rumit dan kita dibikin lebih tertarik dengan motif dibaliknya. "Kok, bisa sih jadi kamu yang bunuh dia?" "Kenapa?" --kira-kira seperti itu. Dan mirisnya, alasan untuk membunuh itu kadang biasa saja. Hmm..

      Delete
  3. Btw, ini buku nya aman dibaca anak dibawah umur gk?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sepertinya cocok untuk orang dewasa kak. Kalau tidak salah ingat di novel ini ada adegan dewasanya. Topik ceritanya juga tentang pembunuhan gitu. CMIIW

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

7 Alasan Memilih dan Membeli Buku Bacaan

[Review] The Silmarillion by J.R.R Tolkien – Sebuah riwayat yang panjang

[Review] Cewek Paling Badung di Sekolah by Enid Blyton – Asal mula Elizabeth dikirim ke Whyteleafe