[Review] The Silent Patient by Alex Michaelides
Kita semua tidak waras, aku
yakin, hanya berbeda-beda bentuknya.
Judul
asli: The Silent Patient
Judul
terjemahan: Pelukis Bisu
Pengarang:
Alex
Michaelides
Penerjemah: Rini Nurul Badariah
Penyunting:
Barokah Ruziati
Penyelaras
Aksara: Christie Putri Wardani
Perancang
sampul: Iwan Mangopang
Penerbit:
Gramedia Pustaka Utama
Terbit:
Cetakan pertama, 2019
Tebal
buku: 400 halaman
Format:
Paperback
Genre:
Thriller
ISBN:
9786020633909
Ketika
berada di Sekolah Dasar, aku pernah menghabiskan waktu untuk bermain dengan
semut hitam yang gesit. Aku meletakkannya di atas buku tulis. Semut itu lalu
berusaha kabur namun aku menangkapnya dan meletakkannya kembali ke atas buku.
Bukan menangkap dengan mencubit namun dengan cara yang lebih halus. Aku
melakukannya dengan maksud mengamati semut tersebut. Bagaimana ia menggerakkan
kaki-kakinya, bagaimana sungutnya bergerak ke kiri dan ke kanan, sekaligus aku
berimajinasi dengan raut mukanya, dengan apa yang dipikirkan semut itu dalam
kondisi tersebut.
Dua
orang teman sebayaku melihat tingkahku tersebut. Lalu salah satunya, entah atas
dorongan apa melontarkan kalimat yang intinya menganggapku gila. Dalam pembelaanku, aku hanya menghabiskan waktu sebentar
bermain sambil mengamati seekor semut. Lambat laun ketika umur bertambah, aku menjadi
bertanya-tanya, apa inti sari dari sebuah kegilaan? Apakah hanya berdasarkan
perilaku yang tidak umum/tidak lazim dilakukan oleh orang lain? Atau apakah
berdasarkan motivasi di dalam kepalanya sehingga ia melakukan hal tersebut, hal
yang tidak umum dilakukan? Namun apa landasan dari sebuah kelaziman itu sendiri?
Novel
ini membuatku teringat dengan pengalaman masa kecil tersebut. Tentu saja karena
singkatnya novel ini memang berbicara tentang kegilaan. Ada seorang ”pembunuh”
yang membisu, ada para psikoterapis, ada juga karakter pendamping yang juga tampak
menyimpan “kegilaan” di dalam dirinya. Hal tersebut dipertegas melalui kalimat
di halaman 31 yang telah kukutip dan kuletakkan di bagian atas sebelum memulai ulasan
ini.
Ada
dua sudut pandang yang bercerita di dalam The
Silent Patient. Pertama, dari sisi tertuduh atau Alicia Berenson. Ia seorang
pelukis realis yang dituduh membunuh suaminya dengan keji. Ia kemudian membisu
bahkan ketika di persidangan sekalipun. Lalu bagaimana Alicia berbicara kepada
kita, para pembaca? Buku hariannya yang bercerita kepada kita mengenai hari-hari
sebelum peristiwa pembunuhan itu terjadi. Berikutnya, kita akan melihat dari
sudut pandang Theo Faber. Psikoterapis berusia 42 tahun yang tergugah untuk
menemui Alicia dan berusaha menyembuhkannya. Sebagian besar cerita yang kita
baca di novel ini adalah versi miliknya.
Pertama
kali memulai membaca buku ini, aku merasakan penulisnya menulis dengan gamblang
dan seperti “seadanya”. Para tokoh disebutkan nama, usia dan pekerjaannya
begitu saja. Tidak ada metafora yang kentara dari deskripsi atau pun narasi
yang disampaikan. Ini agak membuatku skeptis pada awalnya. Namun novel ini
kemudian menawarkan banyak teka teki seperti siapa pelaku pembunuh Gabriel, apa
motif dibaliknya, mengapa ayah Alicia bunuh diri (ini belum dijelaskan apakah
memang bunuh diri, hehe), dll. Begitu pula dengan tawaran menyingkap watak para
karakter dan kaitannya dengan latar belakang keluarga mereka (meski tentu saja
tidak semua karakter dibahas latar belakangnya). Hal tersebut memuncak saat di
akhir novel, ada sebuah sajian plot twist
yang tidak terduga (aku tidak menduganya).
Setelah
menelusuri perihal novel ini setelah menuntaskannya, baru kuketahui kalau ini
adalah debut pertama dari penulisnya: Alex Michaelides. Debut yang sukses
karena (mungkin salah satunya) merupakan juara pada ajang Goodreads Choice Awards 2019 untuk kategori Mystery & Thriller. Selain itu kabarnya The Silent Patient akan diangkat ke layar lebar. Mari kita nantikan
saja.
Rating: 3.6/5 (liked it)
Comments
Post a Comment