[Review] The 100-Year-Old Man Who Climbed Out of the Window and Disappeared by Jonas Jonasson
“Segala sesuatu berjalan seperti
apa adanya, dan apa pun yang akan terjadi, pasti terjadi.”
Judul:
The
100-Hundred-Year-Old Man Who Climbed Out of the Window and Disappeared
Pengarang:
Jonas Jonasson
Penerjemah:
Marcalais Fransisca
Penyunting: Ade Kumalasari
Perancang sampul: Adipagi
Penerbit:
Bentang
Terbit:
Edisi kedua, Cetakan kedua, Oktober, 2018
Tebal
buku: 504 halaman
Format:
Paperback
ISBN:
978-602-291-500-3
Kalau
ingatanku tidak salah, inilah novel pertama dengan judul terpanjang yang pernah
kubaca. Di bagian belakang buku ada kutipan wawancara dengan pengarangnya yaitu
Jonas Jonasson. Sang pengarang sendiri menyatakan jika ide novel ini diawali
dengan judulnya. Ia suka dan ingin membaca novel dengan judul yang muncul dari
benaknya tersebut. “…hanya saja saya harus menulisnya dahulu.”-ungkapnya.
Allan
Karlsson, seorang pria tua asal Swedia yang memulai petualang baru di hari
ulang tahunnya yang ke-100 tahun. Alih-alih merayakan ulang tahunnya dengan
pesta bersama walikota dan diliput oleh pers, Allan memutuskan untuk kabur
dengan melompat lewat jendela kamarnya di Rumah Lansia tersebut. Hendak kemana
dan melakukan apa, Allan sendiri pun tidak tahu. Ia hanya kabur tanpa
pertimbangan dan rencana apapun. Begitulah sederhananya Allan. Ternyata sebuah
petualangan besar menunggunya. Kalau aku, sudah pasti penasaran petualangan apa
yang seorang lansia bisa alami.
Novel
ini bercerita dengan alur maju-mundur. Kita menikmati petualangan Allan di
usianya yang keseratus sambil menengok kembali perjalanan hidupnya sebelum
berusia seratus tahun. Ini tentang dimana ia dilahirkan, tentang orangtuanya,
keahliannya, dan sebagainya. Allan memainkan peran besar selama perang, bertemu
dan berteman dengan banyak pemimpin negara, melintasi Himalaya, hingga
berurusan dengan bom atom. Ia bukan orang penting atau berpendidikan tinggi. Ia
hanya menjalani hidup, tidak suka mencampuri urusan orang lain, dan tidak suka
politik (ironisnya justru sebagian besar hidupnya terlibat dalam dunia politik
--tentunya bukan sebagai pemimpin negara, menteri atau pejabat politik
lainnya). Terdengar sulit dipercaya. Terkesan cerita yang berat. Silakan coba
baca dulu. Pengarangnya membuat novel ini demikian menarik sehingga kita akan
tertawa sekaligus merenungi kesederhanaan hidup yang Allan jalani.
Sedikit
tambahan, politik yang diceritakan di novel ini kurang lebih sejalan dengan
sejarah dunia. Dengan kata lain, novel ini memiliki muatan sejarah terutama
mengenai situasi perang dunia. Indonesia juga turut disebut di sini. Eh, lebih
dari itu. Diceritakan Allan sempat tinggal 15 tahun (kalau tidak salah ingat)
di Bali. Ada juga sisipan nama Presiden Indonesia yang pertama, kedua dan
keenam.
Sebagai
penutup, aku akan menampilkan kutipan dari beberapa kalimat menarik yang
kutemukan saat membaca novel ini. Sudah lama aku tidak melakukan hal ini.
Selamat menikmati dan selamat membaca buku, teman-teman.
Rating:
(3.8/5) liked it
Jika Allan sedikit lebih ingin
tahu, dia mungkin akan bertanya-tanya apa penyebab kematian Henning, pada usia
39 tahun. Tetapi, Allan tidak pernah mencampuri urusan orang lain, hidup atau
mati. Sedari dulu begitulah sifatnya dan akan selalu begitu. – hlm.3
Allan menjawab, seumur hidup dia
tidak pernah mengeluh hanya karena sedikit ketidaknyamanan dan sekarang pun
tidak, tetapi hot dog akan membuatnya senang. – hlm.67
“Balas dendam itu seperti
politik, satu hal akan diikuti hal lain sehingga yang buruk menjadi lebih buruk
dan yang lebih buruk akan menjadi paling buruk.” – hlm.88
Kalau ada yang ingin kau
katakana, lebih baik katakana langsung saja. – hlm.451
“Indonesia adalah negara dimana segalanya
mungkin,” kata Allan. – hlm.478
Comments
Post a Comment