[Review] Uncommon Type: Some Stories by Tom Hanks
“Nona, aku memperbaiki mesin-mesin.
Tapi ini? Ini mainan.”
Judul:
Uncommon Type: Some Stories
Pengarang:
Tom
Hanks
Penerjemah: Inggrid Nimpoeno
Penyunting: Yuli Pritania
Penata aksara: TBD
Desain
sampul: Oliver Munday
Foto:
Kevin Twomey
Penerbit:
Noura Books
Terbit:
Cetakan pertama, Januari 2019
Tebal
buku: 632 halaman
Format:
Paperback
ISBN:
978-602-385-628-2
Aku punya ingatan tentang mesin tik
berwarna putih tulang dengan penutup hijau muda. Aku juga punya ingatan tentang
bagaima suara mesin itu ketika tuts atau tombol-tombolnya ditekan. Tuas-tuas
huruf tersebut lalu mengenai kertas yang sebelumnya telah diselipkan dan
dikunci agar tidak bergeser ataupun tertiup angin. Termasuk pula ingatan
tentang suara mesin itu yang akan sampai ke rumah tetanggamu saat digunakan.
Dulu, belum ada banyak suara dari alat-alat elektronik sehingga bunyi mesin tik
terdengar lantang. Belum lagi bunyi “ding” saat ketikan telah sampai dibatas
margin kertas diikuti suara silinder dan kertas yang digeser. Membaca Uncommon Type telah mengingatkanku
dengan semua memori mesin tik di masa kanak-kanak dulu.
Buku setebal 500 halaman ini berisi 17 cerita
pendek. Tujuh cerita diantaranya berhubungan. Cerita yang berhubungan tersebut
memiliki karakter dan latar waktu yang sama. Melalui Uncommon Type, Tom Hanks yang merupakan aktor pemenang dua Piala
Oscar, membagikan cerita-cerita rekaan tersebut. Karakter di dalam antologi ini
bervariasi: lelaki, perempuan, tua, muda. Begitu pula dengan latar waktunya:
masa lalu, masa kini, masa depan. Jika harus menarik benang merah, maka ada dua
hal yang hampir selalu muncul di dalam cerita-cerita yang tersaji di buku ini
yaitu mesin tik dan perihal waktu.
Sebagian besar cerita yang tersaji di
buku ini membuatku terkesan. Tema-tema ceritanya meliputi beragam aspek
kehidupan seperti dibalik layar pekerjaan sebagai artis terkenal, kehidupan
sebelum dan setelah perceraian, perjuangan menggapai hidup baru yang lebih
baik, dan juga tentang moderenitas. Aku selalu berharap agar cerita-cerita di dalam
antologi ini diakhiri dengan “bahagia”. Syukurlah hanya dua cerita saja yang
tidak demikian.
Salah satu cerita favoritku berjudul
“Kota Kita Hari Ini Bersama Hank Fisset”. Hank (bukan Hanks) seorang kolumnis
koran di kota kecil yang berhadapan dengan modernisasi. Koran tempatnya bekerja
telah “hijrah” dari yang semula dicetak menjadi digital. Karakter Hank blak-blakan terasa kocak. Di cerita ini,
alih-alih menggerutu dan melawan, dia mencoba beradaptasi (meski apa yang Hank
tulis di kolomnya berbau nostalgia masa lalu). Entahlah, kisah Hank Fisset enak
untuk aku baca. Ada empat cerita tentang hank Fisset di antalogi ini.
Sementara itu, satu-satunya cerita yang
benar-benar membahas tentang mesin tik bisa ditemui pada judul “Inilah Meditasi
Hatiku”. Melalui sudut pandang seorang perempuan yang patah hati, aneka jenis
mesin tik beserta keunggulannya dijabarkan. Mesin tik portable plastik hingga
yang baja kelas wahid. Cerita ini menambah pengetahuan mengenai mesin tik yang
berjaya pada masanya. Membacanya
membuatku ingin belajar mengetik dengan mesin tik secara benar dan
sesuai dengan fungsinya.
Bagiku, Uncommon Type telah menjadi buku pembuka di 2020. Setelah “terjaga”
dari reading slump setahun, butuh tujuh
hari untuk selesai membaca 500 halamannya. Sebuah buku yang manis dan merupakan
hasil dari satu talenta berbeda yang tidak semua aktor miliki. Mungkinkah
cerita-cerita disini merupakan hasil dari sekian banyak peran yang ia mainkan?
Boleh jadi demikian.
Rating:
liked it (3/5)
Comments
Post a Comment