[Review] Artemis Fowl: Insiden Arktik by Eoin Colfer – Petualangan si Anak cerdas

“…. Penculik sedang mencari bantuan dalam menghadapi penculikan.”- Holly


sumber

Judul asli: Artemis Fowl: The Arctic Incident
Judul terjemahan: Artemis Fowl: Insiden Arktik
Seri: Artemis Fowl #2
Pengarang: Eoin Colfer
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: September, 2006
Tebal buku: 360 halaman
Format: Paperback
Genre: Fantasy, Young Adult
ISBN: 979-22-2386-X

Hampir dua tahun buku ini terbenam di tumpukan. Dari catatan tanggal pembelian buku yang biasa kutuliskan di lembar kedua dari depan tertulis 4 oktober 2014. Sedikit kilas balik, aku membeli buku ini di salah satu toko buku lokal di kota yang kutinggali ini. Buku ini terpajang manis di bagian obral. Segel bukunya sudah terbuka. Sebagai gantinya, ada plastik bungkus biasa transparan menyampul buku ini.

Hal pertama yang menarikku untuk mengangkatnya dari etalase adalah sampulnya yang bling-bling. Haha, aku belum punya novel yang sampulnya penuh glitter atau semacam hologram. Sepintas glitter tersebut membuat buku ini tampak girly. Tapi sampulnya terkesan dingin. Okelah, pengamatanku berlanjut ke sinopsis di belakang buku. Aha, cerita misteri digabung fantasi karena kubaca kata “kriminal” di paragraf pertama dan kata “peri” di pargraf kedua. Aku pun membawa buku ini ke kasir.

Pertanyaannya adalah mengapa baru sekarang kubaca buku ini? Lanjut cerita, setelah di rumah, aku membuka plastik pembungkus buku dan mulai membuka halamannya satu per satu. Awalnya biasa namun dalam hitungan detik, aku mencium sesuatu yang aneh. Ugh!! Buku ini bau!! Apek banget baunya. Entah di mana para penjaga toko itu menyimpannya selama ini. Baunya menyebar ke pembuluh otakku dan aku jadi tidak sreg untuk membacanya. Ya, memang aku pernah bilang jika wangi buku mampu membuatku berdegub. Mungkin perlu kutambahkan kalau wangi yang dimaksud adalah wangi buku yang baru dibuka segelnya. Namun bau yang seperti ini, haduh, kibar bendera putih. Ditambah lagi aku sempat membaca kata Kaum dan Koboi di dalamnya. Ini buku apa, sih? Tanpa merasa perlu mengecek review-nya di internet (which is not a good idea), aku langsung meninggalkan buku ini. Maaf, ya, buku cantik. Toko itu kok bisa sembarangan sekali menyimpan buku yang sudah dibuka segelnya seperti itu.

Mungkin dua paragraf di atas masih belum menjawab mengapa aku membaca buku ini. Singkatnya, di awal tahun ini aku keranjingan ikut beragam book challenge, salah satunya Read at Your Own Risk. Nah, di challenge tersebut, tema untuk bulan Januari adalah hujan atau buku yang covernya biru. Nah, Artemis Fowl yang kupunya ini berwarna biru. Iya cocok memang. Tetapi sebelum kuputuskan memilih buku itu untuk challenge ini, aku coba browsing mengenai ulasan dan ratingnya. Dan memang, ulasan buku yang teman blogger telah tuliskan sangat bermanfaat. Terlepas dari kesan positif dan negatif para reviewer, aku pun memutuskan buku ini worth-it untuk kubaca. Akhirnya aku keluarkan buku tersebut dari tumpukan dan kucoba angin-anginkan. Entah harus bersyukur atau tidak, saat membaca buku ini hidungku rada mampet karena flu. Jadi ya, Alhamdulillah, aku berhasil melewati bau yang bikin tidak nyaman dan berusaha membaca. Hyuh!!

Artemis Fowl yang kupunya ini merupakan buku kedua dari beberapa buku. Aku tidak yakin ada berapa buku, mungkin 7 atau lebih. Sempat dapat gambaran cerita buku pertama dari review yang kubaca di internet. Namun tidak perlu khawatir menjadi bias dan tidak nyambung karena langsung melompat membaca buku kedua. Di halaman awal buku ada penjelasan singkat yang dikemas sedemikian rupa mengenai kisah di buku pertama dan siapa itu Artemis Fowl.

Artemis Fowl adalah bocah berumur 13 tahun (di buku kedua). Dia lahir dengan anugerah kecerdasan yang luar biasa. IQ-nya tertinggi di sepenjuru Eropa. Selain cerdas doi juga kaya raya. Namun ada suatu hal yang menyebabkan dia menjadi seorang kriminal. Sounds like anti-hero? Little bit.  Dan aku sempat tertawa saat membaca bagian awal dimana Artemis yang memang otaknya cemerlang, semakin cemerlang karena kegemarannya membaca buku. Tidak bisa dibayangkan berapa banyak buku yang telah ditamatkannya mengingat buku yang dibacanya melebihi jumlah buku yang dibaca oleh seorang konselor sekolah yang ditunjuk untuk menangani masalah psikologis di diri Artemis. Ya, mungkin Artemis terlalu asik membaca buku sampai lupa bersosialisasi.

Ia sendiri sudah membaca lebih banyak buku teks psikologi daripada konselor ini. Ia bahkan pernah menyumbangkan artikel ke The Psychologists’ Journal, dengan nama samara Dr. F Roy Dean Schlippe. (hal. 18)

Artemis ditemani oleh seorang Butler atau pelayan setianya. Butler juga pelan-pelan mengajari bagaimana Artemis bersosialisasi. Tidak disebutkan siapa nama aslinya, hanya Butler. Mereka cukup dekat mengingat dialah yang mengurus Artemis selama ini sementara ibunya baru sembuh dari depresi (di buku pertama) karena ayahnya - Artemis Fowl Senior, diduga tewas di daerah kutub Rusia. Ah, ya, ayahnya Artemis ini adalah seorang mafia. Namun kemudian mencoba membuat usaha yang legal. Tapi naas, saat melakukan perjalanan bisnis ke Rusia, kapalnya karam di daerah kutub. Daerah tersebut bernama Murnmask. Bukan hanya karena udara dingin yang tak pernah berhenti, daerah itu juga dipenuhi radiasi. Sulit bagi manusia biasa untuk tahan tinggal di sana selama 8 jam tanpa resiko umur mereka menjadi semakin pendek.

Holly mendengus. “Otak kriminal macam apa kau?”
Butler memegang bahu Holly dengan lembut.
“Sstt,” bisiknya. “Artemis sedang berpikir.” (hal. 227)

Sebenarnya ada dua konflik yang mewarnai buku ini. Pertama adalah pencarian Artemis senior. Ada kelompok mafia Rusia yang berhasil menyelamatkan nyawa ayahnya dan meminta tebusan kepada Artemis. Dia dan Butler tahu tidak bisa dengan mudah menyelamatkan nyawa ayahnya, Artemis memerlukan bantuan Kaum – sebutan untuk para elemen bawah semacam peri, pixie, dll. Tepat di saat itu pula, para Kaum dalam hal ini Komandan Root dan Kapten Holly Short, memerlukan bantuan dirinya dan Butler untuk melacak seorang mahkluk lumpur (baca: manusia) yang diduga telah melakukan pengiriman baterai illegal ke dunia bawah. Penyelundupan illegal ini berujung kepada pemberontakan yang akan terjadi di dalam sana.

Seperti yang kubilang sebelumnya, di buku ini ada unsur fantasinya. Manusia tinggal di atas, sementara para makhluk mitos (peri, kurcaci, pixie, goblin, dll) tinggal di bawah tanah. Meski demikian tekhnologi yang mereka punyai jauh melebihi tekhnologi yang manusia punya. Apalagi kepolisian elemen bawah (LEP) mempunyai Foaly- centaurus cerdas yang jago tekhnologi meski rada sombong, haha. Memang terkadang aku mengalami kesulitan untuk membayangkan teknologi dunia peri dan istilah IT lainnya yang cukup bertebaran di buku ini. Pun aku juga mengalami kesulitan saat membaca beberapa percakapan yang tidak ada penjelasan, itu siapa yang berbicara. Tapi, ya, aku penyuka cerita fantasi dan makhluk mitos seperti itu. Terlepas dari teknologi mereka yang serba modern, aku tetap keukeuh baca sampai selesai, haha.

Buku ini memakai sudut pandang orang ketiga. Penulis sebagai narator. Dari situ kita bisa tahu pikiran dan cara pandang setiap karakter. Sementara itu, latar tempatnya berbeda-beda. Dari sekolah Artemis di Irlandia (dia bersekolah atas perintah ibunya yang telah pulih dari depresi) berpindah ke dunia bawah, lalu pindah lagi ke Paris, kemudian sempat pula mampir di Amerika dan terakhir di Rusia. Uniknya antara cerita satu dan lainnya tidak hanya dipisahkan oleh bab. Ada pula judul pemisah yang juga membantu pembaca mengikuti alur dan setting dari buku ini. Untuk kertasnya sendiri lumayan bagus (bukan kertas buram) dan sejauh pengamatanku tidak ada typo di buku setebal 360 halaman ini.

Memang ada dua konflik utama, namun sebagian besar buku ini bercerita mengenai penanganan konflik pemberontakan di elemen bawah. Haha, dan baru saja aku penasaran mengenai dalang pemberontakan, langsung saja namanya muncul di halaman 5. Aku pikir pembaca akan dibuat mencari-cari siapa dalangnya, rupanya penulisnya langsung membeberkan namanya. Bukan lagi tersirat, langsung secara tersurat. Agak mengejutkan memang karena sama sekali tidak menduga akan seperti ini. Entah kenapa para penjahat tersebut langsung dibuka kedoknya oleh penulis. Meski lebih banyak membahas kejahatan elemen bawah, justru penanganan kasus penculikan ayah Artemis yang mengesankan. Disitu baru terlihat peran Artemis dan kecerdasan otaknya yang telah aku tunggu-tunggu sejak membaca bagian awal buku. Banyak dari review yang kuubaca berikut penulisnya sendiri melebih-lebihkan kepandaian Artemis. Namun, jika kalian membaca langsung ke seri kedua seperti aku, bersabarlah hingga ke akhir cerita, ya. :D

Opal Koboi sendiri yang mendanai triad goblin. (hal. 97)

Untungnya, ia mengenal seseorang yang mungkin bisa membantunya dalam ambisi tersebut. Opsir LEP yang tidak puas sekaligus teman sekelas dari masa akademinya. Briar Cudgeon. (hal. 99)

Selain genre fantasy, buku ini bisa juga termasuk genre young-adult (YA). Terlihat dari tokoh utama yang masih anak-anak, pun ceritanya aman. Tidak diwarnai deskripsi yang tidak wajar meski ada kisah penculikan dan mafia di dalamnya. Ada beberapa nuansa sinisme dan kata-kata yang cukup keras, namun buku ini juga cukup lucu dan sempat membuatku tertawa. Haha, aku masih teringat bagaimana isi sms Foaly yang setiap katanya disingkat dan isinya cukup kocak di bagian akhir. Begitu pula dengan percakapan para goblin yang berotak dangkal, bikin ketawa. Lalu Butler dan Root yang sok mengerti penjelasan akademis yang Artemis ucapkan. Ada pula kurcaci yang memakan tanah dan mengeluarkannya dari belakang. Ide yang unik dan kurcaci tersebut juga memiliki karakter yang menarik.

“Jadi apa yang kita lakukan? Aku yang punya tampang dalam kelompok ini. Itu berarti seharusnya kau yang punya otak.” (hal. 179-180)

Rasanya boleh juga mengikuti petualangan Artemis Fowl ini. Mungkin aku memang sudah ketinggalan jauh karena baru menyadari ada seri fantasi yang cukup menarik seperti ini. Haha, entahlah. Yang jelas ini adalah salah satu bacaan ringan di waktu senggang. Untuk kutipannya sendiri, akan kugabung dengan postingan review ini. Tidak banyak yang kutemukan. Mungkin ada yang kalian suka. Jadi, terima kasih sudah membaca hingga ke baris ini. Haha, sudahlah, ini penutup yang aneh. Anyway, have good time, there Fellas. :D

Rating: (4/5) really liked it
-------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------

Lucu juga betapa gambar sepolos itu bisa berkesan begitu suram. (hal. 60)

“…. Penculik sedang mencari bantuan dalam menghadapi penculikan.” (hal. 105)

Tidak pernah terlintas di benak B’wa Kell kalau Cudgeon bisa mengkhianati mereka sama mudahnya seperti mengkhianati LEP. (hal. 143)

“Aku…aku melakukan kesalahan.” (hal. 158)

“Kita tidak menyerah Artemis,” katanya lembut. “Kita mengumpulkan kekuatan. Ada bedanya. ….” (hal. 219)

Kau tidak pernah tahu, ia mungkin beruntung. (hal. 239)

Ia menghapus air mata imajiner dari sudut matanya. (hal. 257)

“…. Hanya saja kalau aku sudah berjanji, pasti akan kutepati.” (hal. 291)

Kepahlawanan menuntut lebih daripada sekadar tindakan membabi buta. (hal. 310)
-------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------

Submitted to:
FSFD Reading Challenge 2016
Read at Your Own Risk Challenge 2016
Read and Keep Challenge 2016
YA Reading Challenge 2016

Comments

Popular posts from this blog

7 Alasan Memilih dan Membeli Buku Bacaan

[Review] The Silmarillion by J.R.R Tolkien – Sebuah riwayat yang panjang

[Review] Cewek Paling Badung di Sekolah by Enid Blyton – Asal mula Elizabeth dikirim ke Whyteleafe