[Review] Niskala by Daniel Mahendra – Pelarian bukan jawaban, Perjalanan membutuhkan pulang
Pulang adalah kata paling indah yang
dimiliki seorang petualang ketika ia telah tahu jalan menuju pulang.
gambar diambil dari sini |
Judul: Niskala
Pengarang: Daniel Mahendra
Pengarang: Daniel Mahendra
Penerbit: Qanita
Tahun terbit: Juni
2013
Tebal buku: 388 halaman
ISBN: 978-602-9225-86-0
Buku kedua
yang berhasil kuselesaikan di bulan ini berjudul Niskala. Sebuah novel perjalanan karangan
Daniel Mahendra. Buku ini menarik banget sampulnya. Berwarna hijau, salah satu warna favoritku. Pokoknya suka banget dengan kemasan buku ini.
Apalagi ketika buka segelnya, ada quote menarik dari Ernest Hemingway. Let me
type it here:
“Mengakhiri perjalanan memang melegakan;
namun pada akhirnya, inti dari perjalanan adalah perjalanan itu sendiri."
Ketika membuka buku ini, aku merasa sedikit berdegub. Saat itu aku pun punya mimpi dan keinginan untuk bisa melakukan perjalanan, terlebih keliling dunia. Buku bertema perjalanan semacam ini biasanya ampuh untuk membangkitkan motivasi sekaligus menambah pengetahuan mengenai beberapa tempat tertentu yang dibahas di buku ini.
Ketika membuka buku ini, aku merasa sedikit berdegub. Saat itu aku pun punya mimpi dan keinginan untuk bisa melakukan perjalanan, terlebih keliling dunia. Buku bertema perjalanan semacam ini biasanya ampuh untuk membangkitkan motivasi sekaligus menambah pengetahuan mengenai beberapa tempat tertentu yang dibahas di buku ini.
Selain
sampul dan ilustrasi halaman novel yang menarik, daftar isi adalah hal kedua
yang membuatku sedikit terkejut. Nama bab di dalam buku ini sepertinya
diambil dari bahasa Sansekerta. Contohnya seperti, Pawana, Sanggita, Arcapada,
dll. Namun jangan khawatir, ada glosarium yang berisi penjelasan mengenai arti
dari judul-judul bab tersebut.
Dan aku
suka dengan bab pertama atau bab pembuka dari buku ini. Sebuah konflik (namun
bukan konflik utama) yang bersetting di Everest Base Camp, Tibet.
Penggambarannya terkesan real ketika aku membacanya. Adalah Galang, seorang
penulis, yang sedang menderita AMS (Acute Mountain Sickness). Dia memang tengah
melakukan perjalanan ke beberapa negara di Asia. Saat mengalami penyakit
tersebut, dia sedang mendaki bersama 6 orang lainnya (jika tidak salah, maaf
tidak mengecek lagi, hehe) dan semua berasal dari negara yang berbeda.
Ketika
Galang sudah merasa lebih baik, salah seorang teman pendakiannya dari Amerika,
Juan, menanyakan apa yang membawanya mendaki Himalaya (walau bukan ke puncak
Everest). Dan dari situlah kisah bergulir. Tentang cintanya pada seorang
perempuan bernama Sanggita, tentang harapan dan mimpi mereka melakukan
perjalanan ke Machu Pichu bersama-sama, juga tentang beragam rintangan mulai
dari masalah keyakinan hingga penyakit amnesia parsial yang dialami oleh
Sanggita.
Di dalam buku
ini ada banyak tokoh, namun tidak seluruhnya dibahas secara mendetail.
Sementara melihat karakter Galang sendiri, ada kalanya aku merasa senang dengan
sosoknya, seorang pejalan yang menuliskan kembali kisah perjalanannya. Begitu
pula melihat keakrabannya dengan banyak teman-teman dan terlihat memiliki hidup
yang simple tetapi menyenangkan. Namun ada perasaan keki juga ketika dia tertimpa masalah, malah lari dan bukan
berusaha menghadapinya.
Selain
menyenangkan dan menyebalkan, aku sempat merasa sedih juga saat membaca bagian akhir buku.
Ketika itu Sanggita yang tengah amnesia bertemu dengan Galang untuk pertama
kalinya. Namun dia tidak mampu mengenali Galang, calon suaminya itu.
Penggambarannya mampu membuatku membayangkan bagaimana jika aku di posisi Galang.
Ketika orang yang kita sayangi mengalami amnesia. Huwaa..menyedihkan sekali
memang. Mungkin memang beban itulah yang terasa begitu berat buat Galang,
sehingga dia memutuskan untuk melarikan diri.
Ya, pergi memang tidak menyelesaikan
masalah. Tetapi, pergi terkadang mampu memulihkan hati. (hal. 218)
Hal menarik lainnya, seperti subjudul dari buku ini: Cinta, Keyakinan, dan
Perjalanan Keliling Dunia, maka kisah di dalam buku ini terbagi dalam ketiga
hal tersebut. Kisah cinta Galang dan Sanggita sedari awal mereka bertemu,
bagaimana mereka bisa dekat dan saling cocok lalu kemudian memutuskan menikah
merupakan sesuatu yang manis untuk disimak. Tidak ada kisah pacaran a la ‘bocah’
di sini. Pun bagaimana Galang melihat Sanggita bukan dari sisi fisik namun
sifat, karakter, dan kepintarannya.
Begitu pula
ketika membahas tentang sisi keyakinan. Lumayan ada pengetahuan baru yang
kudapat melalui buku ini. Untuk bagian keyakinan ini, salah satu bentuk yang
penulis soroti (karena keyakinan di sini, tentu bukan soal agama saja) adalah
tentang Agnostik. Ada yang pernah dengar sebelumnya? :D
“…, aku
melepaskan diri dari ikatan agama apapun. Aku berserah diri kepada Tuhan tanpa
harus melakukan ibadah agama apapun. Aku percaya Tuhan menciptakan seluruh
semesta beserta isi jagat raya ini ada tujuannya. Aku percaya, berdoa, dan
mengucapkan syukur kepada Tuhan dengan caraku. Dengan cara yang kuanggap paling
intim yang bisa kulakukan…” (Sanggita - hal. 144)
Selain
Agnostik, ada pula penulis menyebut Sanggita berasal dari keluarga Sahitya
dimana kedua orangtuanya sangat ingin agar Sanggita menikah dengan seorang
Sahitya pula. Nah, ini dia, Sahitya itu apa? Haha, ada sempat kucek di Google.
Namun nihil. Entah ini cara penulis menyamarkan sesuatu dengan Sahitya, atau
apa. Masih misteri, buatku, haha. :D
Namun untuk hal perjalanan keliling dunianya, masih kurang, hehe. Rasanya singkat sekali
pembahasannya dan anehnya tidak terlalu kentara seperti di bagian tentang Cinta
dan Keyakinan yang mampu meninggalkan kesan di hati. Haha, di hatiku, lho,
ya. Gak tahu apakah di hati kamu, hal tersebut sudah greget atau belum. :D
Oh ya,
hampir terlupa. Melalui Niskala ini aku juga mengenal beberapa kosakata baru.
Sebagai contohnya: beringsang, takrif, raksi, lopak-lapik, geladeri, tumpat,
dll. Dan penulis a.k.a Daniel Mahendra juga cerdas memainkan kata-kata,
pun menyusun ulang quote/kutipan/istilah yang umum kita kenal menjadi suatu
bentuk yang baru dan fresh, namun tentu tidak mengurangi atau melebihi arti
dari versi aslinya.
Aku enjoy membaca buku ini, walaupun ekspetasi akan cerita perjalanannya masih
kurang terpuaskan. Namun ada banyak hal lain yang menarik untuk diperhatikan,
seperti yang telah kubahas di atas. Ada pula beberapa hal di dalam buku ini
yang memberiku semangat dan mengajak untuk menjadi individu yang dewasa.
Buku ini mampu membuka pikiran terutama dalam menengahi masalah di kehidupan.
Rating: (3/5) liked it
Comments
Post a Comment