[Review] The Life We Burry by Allen Eskens

“Betapa salahnya menilai seseorang sebelum kau mengetahui keseluruhan kisah hidup dirinya.”-Carl Iverson


Judul: The Life We Burry 
Terjemahan judul: Masa Lalu yang Terkubur 
Pengarang: Allen Eskens 
Penerjemah: Hilmi Akmal 
Penyunting: Yuli Pritania 
Penyelaras aksara: Nunung Wiyati 
Penata aksara: CDDC 
Desain sampul: Fahmi Ilmansyah 
Penerbit: Noura Books 
Terbit: Cetakan ke-1, November 2017 
Tebal buku: 408 halaman 
ISBN: 978-602-385-298-7 

Crystal berumur 14 tahun dibunuh dengan keji di sebuah gudang. Carl Iverson, seorang veteran perang Vietnam sekaligus tetangga gadis itu dan pemilik gudang dijadikan tersangka lalu divonis seumur hidup. Tiga puluh tahun kemudian, Carl sekarat akibat kanker yang dideritanya. Kondisi itu membuatnya dipindahkan dari penjara dan dirawat di sebuah panti jompo. Di lain pihak, Joe Talbert seorang mahasiswa mendapat tugas kuliah menulis biografi. Ditengah rasa sakit dan umurnya yang mungkin tidak lagi panjang, Carl setuju untuk diwawancarai Joe. Sejujur apakah pria yang sekarat hampir mati? Saat penangkapan, Carl menyerah tanpa perlawanan. Apakah memang benar Carl si pembunuh gadis itu? 

“Kalau seseorang membisikkan nama pembunuhnya kemudian dia mati, ucapannya dianggap sebagai bukti yang kuat karena ada keyakinan—sebuah pemahaman—bahwa seseorang yang sekarat tidak ingin mati dengan sebuah kebohongan di lisannya. Jadi, ini—percakapan dengan dirimu ini—deklarasi orang sekaratku.”-hlm.62 

Intens dan matang adalah dua kata yang menurutku cocok untuk menggambarkan novel ini. Intens di sini maksudnya berkaitan dengan rasa tidak nyaman karena berempati terhadap kondisi karakter di novel ini. Sejak paragraf pertama, pembaca telah bertemu dengan rasa tidak nyaman ini sehingga menimbulkan ketegangan saat membacanya. Pembaca dikejutkan dengan latar belakang keluarga Joe (tentang ibu dan adiknya), dengan kehidupan perang yang dialami Carl dan Virgil, sahabatnya, hingga kehidupan keluarga Crystal yang malang. Jadi, intens yang kumaksudkan itu tidak mirip dengan serial Hannibal Lecter yang banyak adegan kriminal, penyiksaan dan semacamnya. 

Sementara rasa tidak nyaman itu dibangun, Eskens berhasil menyajikan sebuah kisah yang matang. Sejauh aku membaca novel ini, aku tidak menemukan plot hole atau alur yang tiba-tiba diadakan. Tidak ada kebetulan karena semua hal saling berhubungan menjadi sebab-akibat. Sebuah novel debut yang mengesankan dan tampaknya dibuat dengan berhati-hati. Sajian plot twist dan alur cerita di beberapa bab terakhir berhasil memberikan adegan yang meresahkan. Apakah berakhir dengan bahagia? Duh, rasanya ingin segera mengintip ke halaman terakhir. 

Sebuah novel dengan nuansa misteri dan thriller seperti ini rasanya tidak lengkap tanpa kehadiran penyidik kepolisian atau detektif atau semacamnya. Di novel ini, Max Rupert adalah nama penyidik yang berhasil dibujuk Joe untuk meninjau kembali kasus Carl Iverson. Ketika membaca halaman ucapan terima kasih dari pengarang, disebutkan jika ada buku kedua. Aku pun mengecek Goodreads. Lumayan terkejut karena selain buku kedua tentang Joe Talbert, ada beberapa buku lainnya terkait penyidik kepolisian Max Rupert. Uniknya, buku-buku tersebut masuk ke dalam serial yang diberi nama Detective Max Rupert meski (disebutkan pula) Max tidak selalu menjadi karakter utama di novel tersebut. 

Sebagai contoh, The Life We Burry digolongkan ke dalam dua serial. Satu serial berjudul Joe Talbert (sesuai dengan tokoh utamanya). Dan kedua, novel ini juga masuk ke dalam serial Detective Max Rupert (meski di novel ini, sudah pasti, dia bukanlah tokoh utama). Telah ada empat buku yang masuk ke dalam serial Max ini (termasuk The Life We Burry di dalamnya). Disarankan untuk membaca serial Max ini secara berurutan agar tidak terkena bocoran cerita buku-buku awal. Syukurlah aku sudah memulai dari buku pertama. Selanjutnya, semoga bisa membaca novel Eskens yang lain karena aku suka caranya bercerita. Terasa nyata dan memesona, hehe. 

Secara keseluruhan novel ini memang memiliki alur yang menegangkan dan meresahkan. Namun tidak mengecewakan. Pembaca bisa terbuai dan terpesona karena alur yang disajikan tampak rapat dan tanpa celah. Meski novel ini bernuansa misteri dan thriller, bisa dibilang, kondisi keluarga yang berantakan dan kesehatan mental para karakter turut menjadi topik yang tanpa ragu diangkat. Aku berharap dapat membaca karya Eskens yang lain. Dengar-dengar, The Life We Burry akan diadaptasi dalam bentuk film. Mari dilihat saja bagaimana perkembangannya. 

Rating: 5/5 (it was amazing) 
Kutipan menarik dari buku ini: 
“Kau tahu, Joe, aku dapat menghitung hidupku berdasarkan jam. Kalau aku akan menghabiskan sebagian jam itu denganmu, aku harus tahu apakah kau layak menghabiskan waktuku.”-hlm.59 
“Orang lain hanya mengatakan apa yang ingin mereka percayai.”-hlm.87 
“Kita semua memikul beban masalah masing-masing. Tidak ada orang yang menjalani hidupnya secara mulus tanpa menemui rintangan dan hambatan.”-hlm.224 
“Tak peduli seberapa keras usahamu, ada hal-hal yang tidak bisa kau hindari.”-hlm.264

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

7 Alasan Memilih dan Membeli Buku Bacaan

[Review] The Silmarillion by J.R.R Tolkien – Sebuah riwayat yang panjang

[Review] Cewek Paling Badung di Sekolah by Enid Blyton – Asal mula Elizabeth dikirim ke Whyteleafe