[Review] A Head full of Ghosts by Paul Tremblay

“--karena cerita-ceritaku seperti hantu yang memenuhi kepalaku dan aku sedang berusaha mengeluarkannya.” - Marjorie


Judul: A Head full of Ghosts
Pengarang: Paul Tremblay
Penerjemah: Reni Indardini
Penyunting: Yuke Ratna Permatasari & Yuli Pritania
Desain sampul: Fahmi Ilmansyah
Penerbit: Noura Books
Terbit: Cetakan ke-1, Maret 2017
Tebal buku: 398 halaman
Format: Paperback
ISBN: 978-602-385-253-6

Buku ini telah tuntas kubaca pada sebelas April lalu. Sejak itu belum ada lagi buku yang berhasil kubaca sampai selesai. Lebih tepatnya, aku memang belum mengambil buku lainnya untuk dibaca. Hal ini terjadi karena komitmenku untuk satu kali membaca satu kali mengulas. Dan aku mandek alias stuck pada sesi ulasannya. Aku menginginkan paragraf pembuka yang seperti “itu”. Namun sulit mengeluarkannya dari kepala. Baru saja membuka file Microsoft Word-nya, seketika itu aku tutup kembali. Hingga di awal Mei ini, aku memaksakan diri. Entahlah akan seperti apa ulasan ini jadinya, haha.

Merry yang berumur 23 tahun kembali ke rumah masa kecilnya bersama Rachel-seorang penulis nonfiksi. Rachel ingin mengangkat cerita dibalik acara The Possesion yang melibatkan keluarga Merry 15 tahun silam. Ia meminta Merry bercerita sebagai saksi mata, bercerita melalui sudut pandangnya meski saat peristiwa itu terjadi Merry masih berumur 8 tahun.

“Lebih seringnya, rahasialah yang menjagaku.” - Merry

Novel ini membawa kita ke masa lima belas tahun yang lalu. Merry kecil sulit percaya jika Marjorie kerasukan meski beberapa kejadian horor yang melibatkan kakaknya tersebut terjadi di depan matanya. Ia percaya bahwa ayah mereka yang jahat, seperti yang Marjorie katakan padanya. Setelah lima belas tahun, apakah ia akan memiliki pandangan yang berbeda? Apakah yang sebenarnya terjadi?

Pembaca akan melihat ke dalam tiga sudut pandang. Pertama, berdasarkan latar masa sekarang dimana Merry dewasa berbagi kisah dengan Rachel. Kedua, ada cerita versi Merry kecil yang mengisi sebagian besar novel ini. Lalu ketiga, ada Karen Brissette-nama pena yang Merry gunakan dalam menerbitkan cerita di blognya. Karen memiliki sudut pandang seperti masyarakat umumnya yang tidak percaya dengan kerasukan. Bahwa reality show tersebut tidak nyata dan ia mengupas tuntas The Possession dengan beragam bukti yang menyatakan acara tersebut hanya rekaan.

Ya, masing-masing sudut pandang tersebut lumayan membingungkan. Apalagi dengan fakta bahwa ketiganya berasal dari satu tokoh yang sama. Satu kesadaran menimpa kesadaran lainnya. Ingatan menjadi bertumpuk dan bercampur dengan khayalan. Sebuah kejutan di akhir buku mengenai kematian anggota keluarga Barrett (ayah, ibu dan kakaknya yaitu Marjorie) pun menambah rasa penasaran mengenai apa yang sebenarnya terjadi. Novel ini seperti mengaburkan batas antara kerasukan (adanya campur tangan iblis/setan) dan penyakit skizofrenia.

“Sebenarnya, aku memang kerasukan. Hanya saja, yang merasukiku lebih tua dan lebih keren daripada iblis.” - Marjorie

Secara keseluruhan, A Head Full of Ghosts merupakan novel yang menarik. Alur ceritanya mengalir lancar dan dapat dinikmati dengan mudah. Saat membacanya, aku sempat menahan diri untuk tidak mengintip ke bagian belakang buku agar segera tahu bagaimana akhir keluarga Berrett. Ada kabar bahwa novel ini akan diadaptasi ke layar lebar. Kita nantikan saja. Terimakasih untuk Wardah (@missfiore) yang telah mengirimiku novel ini sebagai hadiah giveaway sekitar dua tahun lalu. Maaf, ya, bukunya baru dibaca sekarang.

Rating: 3.7/5 (liked it)

Comments

Popular posts from this blog

7 Alasan Memilih dan Membeli Buku Bacaan

[Review] The Silmarillion by J.R.R Tolkien – Sebuah riwayat yang panjang

[Review] Cewek Paling Badung di Sekolah by Enid Blyton – Asal mula Elizabeth dikirim ke Whyteleafe