[Review] Spora by Alkadri – Hati-hati dengan rasa ingin tahu
“The oldest and strongest emotion of mankind is fear, and the oldest and strongest kind of fear is fear of the unknown.” – H.P. Lovecraft, Supernatural Horror in Literature
Judul:
Spora
Pengarang:
Alkadri
Penyunting:
Dyah Utami
Penyelaras
Akhir: J. Fisca
Perancang
Sampul: Olvyanda Ariesta
Ilustrasi
Sampul: Fahmi Fauzi
Ilustrasi
Naskah: Fahmi Fauzi
Penata
Letak: Tri Indah Marty
Penerbit:
Moka Media
Terbit:
2014
Tebal
buku: 238 halaman
Format:
Paperback
Genre:
Horor Scifi; Misteri
ISBN:
979-795-910-4
Sangat
mungkin bagi pembaca novel horror ataupun misteri untuk tertarik dengan gambar
pada sampul novel Spora ini. Sampul dengan dominasi warna sederhana yaitu hitam
dan putih ini memiliki daya tarik tersendiri. Aku yang ternyata lemah terhadap
kaver kece, juga terbius dengan ilustrasinya. Saat membelinya pun, aku tidak
terlalu peduli dengan blurb atau sinopsis cerita yang tertera di belakang novel
ini yang ternyata tidak sama dengan yang tertera di Goodreads. Aku belum tahu
mengapa bisa berbeda. Intinya, menurutku kaver bisa menjadi penentu untuk
membeli sebuah buku.
Mata pembaca ternyata tidak hanya
dimanjakan oleh bagian sampul buku saja. Ketika membuka halamannya, ada lebih
banyak ilustrasi yang menjadi pelengkap dalam menikmati novel ini, terutama di
bagian awal dan akhir bab. Aku lebih dulu menelusuri setiap ilustrasi di naskah
ini sebelum memulai membaca ceritanya. Sekilas kumpulan ilustrasi itu membuatku
teringat dengan A Monster Calls
karangan Patrick Ness. Jadi penasaran, apakah buku-buku terbitan Moka Media
selalu dilengkapi dengan gambar kece seperti ini? Maklum, ini adalah buku
pertama penerbit Moka Media yang kupunya dan kubaca. #pembacaamatir
Spora memiliki latar sebuah sekolah SMA
di daerah Jakarta. Ada sebuah prolog mengenai rombongan KIR (Karya Ilmiah Remaja) yang baru kembali
ke Indonesia. KIR adalah salah satu ekstrakulikuler di sekolah tersebut. Bus
yang membawa rombongan tersebut tiba saat lewat tengah malam (kalau tidak
salah). Ada yang dijemput oleh orangtua mereka, namun ada empat siswa di
rombongan tersebut yang memutuskan menginap di sekre KIR di lantai tiga (kalau
tidak salah). Salah satu dari mereka membuka toples berisi sesuatu yang
berwarna putih.
Alif adalah salah seorang siswa pindahan
dengan masa lalu yang rumit dan bisa dibilang kelam. Dia bersahabat dengan Rina
sejak tahun pertama mereka bersekolah di sana. Semua berjalan normal hingga di
suatu pagi, Satpam sekolah tersebut ditemukan tewas menggenaskan di lapangan
sekolah. Kepalanya hancur dan serpihannya berserakan. Alif merupakan orang
pertama yang menemukannya. Seketika sekolah tersebut mulai diawasi oleh
kepolisian.
Seiring hari berganti, korban kembali
berjatuhan. Kondisi mereka sama, tewas dengan kepala yang pecah. Sebagai
anggota OSIS dengan ketua yang begitu sosial, Alif dan Fiona ditugaskan mencari
beberapa kotak untuk dipakai meminta sumbangan yang akan diberikan kepada
keluarga korban. Keanehan di lantai tiga membawa mereka mengetahui sesuatu.
Rina yang ayahnya adalah anggota kepolisian juga turut mencari tahu.
Kisah yang ditawarkan oleh Spora
sebenarnya menarik. Sesuatu telah menyebabkan jatuhnya korban. Perlahan
(cenderung lambat) pembaca diajak penulis mencari tahu perihal penyebabnya. Kisah
tersebut sedikit mengingatkanku tentang suatu film yang dibintangi oleh aktor Elijah Wood. Selain itu, bagian kisah tentang si Kurcaci dan Hartanya di dalam
gunung mengingatkanku dengan The Hobbit karya J.R.R. Tolkien. Apakah penulis
Spora memang terinspirasi dari sana? Entahlah.
Ya, mungkin eksekusi novel ini masih
kurang maksimal. Aku agak kelelahan membaca dan menyimak karakter si tokoh
utama yaitu Alif. Belum lagi ada banyak pengulangan kata mengenai tingkah
lakunya. Kata-kata seperti: menghela napas; mengerling; mengerjap, dst lumayan
intens muncul di banyak halaman dalam novel ini. Hal tersebut membuatku kurang
nikmat membacanya. Aku merasa pace-nya
terlalu lambat untuk novel yang katanya mengusung genre horror sci-fi ini.
Secara keseluruhan, novel ini memang
memiliki kemasan yang menarik. Ilustrasi pada sampul maupun di bagian dalam
novel dapat menaikkan minat baca. Belum lagi bonus bookmark-nya ternyata timbal balik. Maksudku di bagian belakang bookmark ada quote/kutipan yang bisa
menggambarkan ide cerita di buku ini secara keseluruhan. Kutipan tersebut sudah
kutaruh di bagian atas review ini, jika ada yang penasaran. Meski demikian,
sepertinya kisahnya belum matang. Masih kurang intens atau dengan kata lain
alur ceritanya lambat. Ditambah dengan beberapa kata yang muncul berulang
(terutama kata menghela napas). Aku belum tahu apakah penulis novel ini juga
telah menulis/menerbitkan karyanya yang lain. Jika memang ada, aku akan coba
baca karyanya yang lain. Ada yang sudah mencoba Spora? Bagaimana menurut
kalian? Selamat membaca buku, kawan.
Rating: (2/5) it was ok
Baru beli buku ini minggu lalu, sama penasaran karena kovernya. Baru baca prolog yang sama sekali nggak disebut-sebut nama Alif. Sampai sekarang, belum berani lanjut baca lagi, hehehe
ReplyDeleteHaha ayo lanjutin baca mba. Iyya di bagian prolog gak ada Alif. Di bagian cerita baru dia muncul.
Delete