[Review] PS. I Love You by Cecelia Ahern – Karya kedua Ahern yang aku baca
“Kita kan tidak bisa menghindar terus. Ada saatnya kita harus menghadapinya.”- Daniel
Judul
asli: PS. I Love You
Pengarang:
Cecelia
Ahern
Penerjemah: Monica Dwi Chresnayani
Desain
sampul: emte
Penerbit:
Gramedia Pustaka Utama
Terbit:
Cetakan kedelapan, Juli 2013
Tebal
buku: 632 halaman
Format:
Paperback
Genre:
Romance
ISBN:
978-979-22-9788-1
Pertama
kali mengenal karya penulis perempuan asal Irlandia ini melalui novelnya yang
berjudul A Place Called Here. Novel tersebut telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan memiliki sampul yang cantik
berwarna ungu terang. Nama Cecelia Ahern melekat di benakku karena aku
menikmati roman kontemporer yang ditulisnya tersebut. Kisah di dalam novel
tersebut memang berbau percintaan namun ada unsur fantasi atau keajaiban. Tidak
banyak, namun ada. Oleh karenanya aku menjadi tertarik untuk membaca karya
lainnya. Saat melihat PS. I Love You
dan Where the Rainbow Ends, aku tidak
ragu untuk membelinya.
PS. I Love You lebih dulu kubaca karena novel ini
mendapatkan review yang bagus dan merupakan best seller. Bahkan buku yang
kupunya merupakan cetakan kedelapan. Terjemahannya sendiri lumayan tebal
sekitar 632 halaman. Namun bukunya sendiri tidak selebar buku-buku Ink World Series. Apalagi jika memang
penyuka bacaan roman maka tidak akan kesulitan menikmati kisah di novel ini.
Kisah
dibuka dengan narasi mengenai kondisi Holly paska kematian Gerry, suaminya. Ia
kehilangan arah untuk menjalani hidup. Hidupnya terasa hancur dan seakan ikut
berhenti. Gerry tidak hanya suami namun juga sahabat terkasihnya serta “batu
karang” tempatnya bersandar. Suka duka sudah mereka lewati. Hal ini membuat
Holly sangat kewalahan dan tertekan ketika kanker yang diderita oleh suaminya
tersebut tidak lagi bisa teratasi. Keluarga dan sahabat mencoba membantunya
pulih. Hanya saja itu bukan hal yang mudah dan membutuhkan waktu.
Satu
bentuk keajaiban (namun masih bisa dijelaskan secara logis) datang. Gerry
membantu Holly untuk menjalani hidup tanpanya dengan suatu cara yang manis.
Gerry telah mempersiapkan kejutan dan surat-surat yang harus di buka Holly
sesuai dengan bulan yang tertera di kertas tersebut. Pesan-pesan Gerry berisi
dorongan agar Holly tabah dan menlanjutkan hidup. Yang tidak kalah manisnya, di
akhir surat, Gerry selalu bilang: PS. I Love You.
Awal
mula membaca novel ini, aku tidak terlalu simpati dengan Holly. Kehilangan yang
dirasakannya sangat dalam, namun dia ternyata lumayan “keras kepala” untuk
bangkit. Di sisi lain, ia sebenarnya punya keluarga yang ramai dan begitu
mendukungnya seperti kedua orangtuanya dan saudara-saudara. Hidupnya pun
sebenarnya lengkap dengan kehadiran sahabat dan kerabat yang sangat peduli
dengan kondisinya. Ya, aku sulit mengerti bagaimana Holly terus bertahan dengan
kondisi menyedihkan itu dan sikap-sikap “menggemaskan” sebelum pesan-pesan dari
Gerry datang.
Jika
ada pembaca yang mengalami hal yang sama denganku, teruskan saja membacanya.
Lambat laun, aku pun bisa memahami dan ikut merasakan kepedihan hatinya. Ya,
kehilangan apalagi kehilangan seseorang memang tidak akan pernah mudah. Apalagi
jika orang tersebut merupakan orang terkasih (siapapun itu). Seolah bayangan
mereka akan terus mengikuti gerak langkah kita. Pasti akan selalu ada waktu dimana ingatan tentang mereka kembali muncul. Air mata boleh jadi akan kembali
mengalir saat melalui momen itu. Sungguh sangat kuat orang-orang yang bisa
menghadapi kehilangan orang terkasih dengan tabah.
Jika
dikaitkan dengan A Place Called Here,
aku menemukan satu benang merah di antara kedua buku ini. Yup, itu tadi, kehilangan.
Aku tidak tahu apakah ini akan berlaku pada banyak karya yang Cecelia Ahern
buat. Kata itulah yang muncul ketika aku memikirkan kedua novel ini. A Place Called Here berurusan dengan
kehilangan benda-benda hingga kehilangan diri sendiri. Sementara PS. I Love You juga berkutat dengan
kehilangan suami yang jika diteruskan dapat (telah) menjelma menjadi kehilangan
diri sendiri. Ah, mari kita baca Where the
Rainbow Ends untuk mendapatkan “suara ketiga”. Atau ya, baca lebih banyak
lagi untuk membuktikan kebenaran dugaan itu, hehe.
Mungkin
aku tidak akan membahas lebih banyak tentang novel ini. Tidak akan bercerita
tentang karakter di dalamnya, typo atau salah cetak, ataupun hal lainnya yang
mungkin biasa dibahas dalam sebuah review. Sebagai gantinya aku akan mengutip
beberapa kalimat manis yang kutemukan di dalm novel ini. Secara singkat, aku lumayan
menyukai PS. I Love You namun tidak
sebanyak aku menyukai A Place Called Here.
Jika melihat novel Ahern lainnya akan tetap kubeli. Entah bagaimana aku sudah
suka dengan tulisannya, hehe. Bagaimana denganmu? Selamat membaca buku, ya.
“Kita kan tidak bisa menghindar
terus. Ada saatnya kita harus menghadapinya.” (hal. 358)
“Ah, well, kita semua kan sudah
mendapat bagian masing-masing secara adil, baik kesialan maupun keberuntungan.
Kau sendiri pernah mengalaminya, bukan?” (hal. 367)
Dia rindu bisa menikmati acara
televisi favoritnya, bukan sekadar memelototi layar kaca dengan mata nyalang
selama berjam-jam, hanya mengisi waktu. (hal. 370)
“Richard, belum lama ini aku belajar
bahwa membicarakan masalah dengan orang lain bisa membantu.” (hal. 397)
“Bagaimana kau merasakan kebahagiaan
bila tidak pernah mengalami kesedihan?” (hal. 529)
Jelas, itu tidak mudah, namun dia
sudah belajar bahwa tidak ada yang mudah dalam hidup ini. (hal. 624)
Rating: (3/5) liked it
Comments
Post a Comment