[Review] Persembahan teruntuk Bapak by Adi Zamzam – Perjuangan menggapai cita-cita
Semua
orang, sekarang atau nanti, akan menemukan jalannya sendiri-sendiri.
Judul:
Persembahan
teruntuk Bapak
Pengarang:
Adi
Zamzam
Penerbit:
Diva Press
Terbit:
Cetakan pertama - September, 2017
Tebal
buku: 184 halaman
Format:
Paperback
ISBN:
978-602-391-435-7
Kutipan di atas kuambil dari sampul
Persembahan teruntuk Bapak. Tulisan kecil di sudut kanan bawah. Ya, jalan
hidup. Bisa dikatakan itulah isi sebagian besar kisah di novel ini. Mengangkat
tokoh utama bernama Arya Sena beserta problematika tentang hidupnya dan
keluarganya. Tentang lelaki yang kehilangan kebanggaan, tentang perempuan yang
pasrah dan yang memberontak. Pun tentunya tentang proses menjadi dalam hidup
dua sahabat yang harus dilalui, harus dihadapi.
Kisah bermula dari obrolan antara Arya
dan seseorang sebelum dia mementaskan pegelaran wayang kulit di sebuah tempat.
Melalui sesi obrolan itu, perlahan pembaca kemudian dibawa pada kilas balik,
kehidupan si tokoh utama. Dan aku baru ngeh
jika antara ending di novel ini dan
kisah pembuka di bagian awal buku saling terkait. Kalau mau diibaratkan,
keseluruhan kisahnya seperti membentuk lingkaran. Setelah membaca endingnya, silakan baca bagian awal
buku. Saling menyambung. Aku baru menyadari itu ketika menulis review ini,
hehe.
Pak Wikyo dulunya seorang dalang
terkenal dari Jogja. Pernah tampil di dalam hingga luar negeri termasuk di
hadapan Sultan. Namun musibah gempa bumi turut meluluhlantakkan kariernya.
Setelah bencana tersebut, Pak Wikyo beserta keluarga pindah ke Jepara, ke desa
kelahiran Mak Rosdah. Di sana mereka memulai hidup baru tetapi tidak mudah.
Tuntutan ekonomi, serangan penyakit dan pertengkaran karena perbedaan cara
pandang membuat keluarga tersebut dirundung kesedihan dan kesusahan.
Arya (anak ketiga di keluarga tersebut)
harus berpikir keras dan membanting tulang. Dirinya menemukan desiran aneh
(baca: minat) terhadap dunia dalang/wayang kulit. Namun di sisi lain,
kehancuran karier Bapaknya menghantui langkahnya. Dia kebingungan sementara ada
keluarga yang harus dibiayai dan ada yang membutuhkan pengobatan. Dia tidak
boleh salah dalam menentukan cita-cita.
Bambang adalah sahabat Arya dan memiliki
problemnya sendiri. Karakternya agak berkebalikan dengan Arya. Optimis dan tahu
benar apa yang dia sukai. Bambang separuh Arab dan menemukan kecintaan terhadap
wayang kulit. Dia ingin bisa mendalang meski tanpa bakat, tanpa cekokan ilmu
apapun sebelumnya. Ada satu alasan besar mengapa dia menginginkan hal itu. Ada
mulut-mulut yang ingin dia bungkam.
Persembahan teruntuk Bapak memiliki
tebal 184 halaman. Bisa dibaca sekali duduk namun aku memerlukan waktu sekitar
3 hari. Selain karena ada kesibukan lain, ada juga bagian-bagian dari kisahnya
yang membingungkan. Maksudku, ada bagian yang membuatku mengerenyit ketika
perpindahan waktu, dan ada beberapa percakapan yang aku bingung itu siapa yang
berbicara. Ada waktu ketika aku kesulitan mengikuti jalinan kisahnya. Sebagai
contoh, ada nama Pak Margono di halaman 152. Sejauh yang kuingat, aku belum
menemukan nama tersebut di buku ini. Aku menduga seharusnya bukan Pak Margono
tetapi Pak Wikyo.
Meski demikian, ada dua hal yang khas
dan kusukai dari novel ini. Pertama adalah tema ceritanya yaitu tentang masa
depan dan cita-cita. Bagaimana setiap cita-cita layak diperjuangkan tanpa
ukuran besar ataupun kecil. Penulis pun mengangkat latar yang tidak
muluk-muluk. Sebuah keluarga biasa yang bisa ditemui di sekitar kita sebagai
bagian inti cerita. Kehidupan di dalam keluarga tersebut dan kejadian-kejadian
sekitarnya memang bisa dibilang umum terjadi. Cukup realistis, nyata. Ini
membuat Persembahan teruntuk Bapak menjadi fiksi yang tidak dipaksakan. Alami.
Arya Sena merupakan
nama lain dari Bima. Salah seorang dari Pandawa lima. Satu hal lagi yang
kusukai yaitu novel ini penuh kearifan lokal. Bukan hanya latar cerita dan sisipan
istilah dalam bahasa Jawa, namun terutama bahasan tentang kesenian wayang
kulit. Ada rasa yang menggelitikku, rasa penasaran. Aku bisa dikatakan awam
soal kesenian yang satu ini. Dulu pernah sekilas melihat pagelaran wayang
ditayangkan di salah satu channel tivi lokal. Namun aku tidak larut
menontonnya. Bukan karena tidak mau, tapi karena tidak mengerti. Aku tidak
paham banyak kata dalam bahasa Jawa. Sementara tidak ada teks terjemahan di
bagian bawah yang bisa kubaca. Persembahan teruntuk Bapak membawa kenangan akan
wayang di tivi itu dalam benakku. Ternyata dunia dalang dan kisah-kisah
pewayangan lumayan asik dikulik dan dijadikan topik cerita fiksi. Sungguh
warisan kebudayaan bangsa yang sayang sekali jika tanpa penerus.
Sebagai penutup, Persembahan teruntuk
Bapak merupakan karya fiksi yang mengangkat tema kesenian lokal dengan unsur
kekeluargaan yang kental. Tidak ada kemewahan namun bercerita tentang
perjuangan meraih kehidupan yang lebih baik dalam versi perwujudan cita-cita
dan minat. Ada pula tentang persahabatan yang saling melengkapi satu sama lain
yang membuat perjuangan dan permasalahan menjadi lebih ringan karena diatasi
bersama-sama. Novel yang menyenangkan meski ada bagian-bagian yang membuatku
bingung. Silakan coba. Bisa dijadikan suntikan semangat hingga mengingatkan
kita dengan rasa syukur dan kasih sayang keluarga.
Rating:
(3/5) liked it
----------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------
Terkadang bukan tebal atau tipisnya
sebuah buku yang menjadi alasan banyak atau tidaknya kutipan manis yang
kudapatkan. Ada beberapa buku dimana aku begitu menikmati ceritanya hingga lupa
ada sisipan nasihat ataupun kutipan yang asik buat dibagikan. Ada juga novel
tebal dengan bagian yang bisa dikutip tapi tidak sesuai dengan seleraku, hehe.
Pada novel ini, ternyata aku menmukan beberapa kutipan yang bagus (menurutku
tentunya). Silakan dinikmati.
“Jangan
jadi pendendam, Mbang. Pendendam itu hatinya hanya sedalam gelas, akan langsung
habis segala isinya begitu terisi batu.” (hal. 44)
Amarah
takkan pernah bisa menyelesaikan masalah. Meskipun dengan marah, kita bisa
bernapas lega setelahnya. (hal. 71)
“Kau
mungkin tidak tahu, Tuhan itu punya banyak cara untuk membawa seseorang kepada
impian yang diinginkannya. Bisa jadi, segala kesusahan yang dilaluinya di
depan, adalah cara-Nya untuk mematangkan proses menjadi.” (hal. 115)
Mungkin
ada waktunya sesuatu yang ditahan-tahan harus dimuntahkan agar tak menjadi
penyakit di dalam. (hal. 123)
“Kalau
yang kau tuju uang, semuanya akan habis setelah uangnya juga habis. Rugilah
kamu. Tapi kalau yang kau tuju ilmu, segala jenis ilmu takkan habis setelah kau
gunakan. Meskipun berkali-kali. Ia bahkan akan terus menambah keuntunganmu.
Tapi tentu saja keuntungan itu tak harus dalam bentuk materi.” (hal. 131)
Ah,
kita selalu baru menyadari sesuatu setelah keberadaannya hampir tiada. (hal.
138)
“Jika
yang kau buru adalah uang… cari pekerjaan lain. Le. Tapi jika yang kau cari
adalah kebahagiaan, kepuasan batin… Bapak doakan semoga gentian uang yang akan
mengejarmu.” (hal. 173)
Comments
Post a Comment