[Review] Lullaby by Rina Suryakusuma – Ikatan persaudaraan dan kasih sayang yang tulus

Yang paling sulit diatasi ialah rasa rindu.

sumber
 
Judul: Lullaby
Pengarang: Rina Suryakusuma
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Cetakan kedua April, 2013
Tebal buku: 240 halaman
Format: Paperback
Genre: Romance; Amore
ISBN: 978-979-22-9487-3

Ini adalah buku berlabel amore pertama yang kubaca. Aku merasa senang dan tertarik ketika melihat buku ini pertama kali. Senang karena bisa menambah koleksi buku non-terjemahanku yang tidak seberapa itu. Dan tertarik karena cover-nya manis sekali. Nuansa warna putih plus ayunan dan kupu-kupu. Two things that I like a lot. Selain itu, nama Rina Suryakusuma sudah pernah kudengar sebelumnya. Beberapa minggu lalu aku juga sempat ikut giveaway novel terbarunya Gravity dan aku juga jatuh hati melihat cover Falling. Meski cover-nya menarik, jangan ragukan kontennya. Aku suka dan mau membaca karyanya yang lain.

Lullaby, judul dari novel ini memberi kesan manis di ingatanku. Aku menyukai kata tersebut. Aku teringat kembali dengan beberapa lagu pengantar tidur legendaris Nina Bobo yang dulu sering aku nyanyikan bareng adik perempuanku. Aku juga teringat ketika aku mengerti arti kata ini pertama kali di waktu yang telah lalu. Kesan manis, bercampur misterius yang tersirat dari judul buku ini membuatku penasaran dan menebak-nebak dimana kaitan cerita ini dengan kata tersebut. Dan tidak juga kunjung aku temukan di bagian awal atau pun tengah buku. Barulah di bagian akhir mulai tampak jelas semuanya. Jika aku bisa bilang, memang terkadang hidup terasa seperti buaian. Tidak semua yang tampak adalah yang sebenarnya.

Baiklah, mari kita cerita sedikit mengenai kisah di buku ini. Audy dan Rose adalah saudara kembar. Malangnya, Audy menderita kelainan jantung yang membuat semua anggota keluarganya bahkan setiap orang menaruh rasa kasihan dan perhatian yang berlebihan terhadapnya. Ini membuat Rose, saudara kembarnya itu tersisihkan dan harus merasai kasih sayang yang terbelah di sepanjang hidupnya. Audy merasa ini tidak benar. Dia sangat dekat dengan Rose bahkan mereka tidur di satu kamar yang sama. beberapa kali Audy protes kepada keluarganya dan memperjuangkan keberadaan Rose, namun hasilnya selalu sama. Keluarganya memandang “sebelah mata” saudara kembarnya itu.

Waktu pun bergulir dan mereka tumbuh dewasa. Audy bekerja sebagai auditor di sebuah perusahaan besar di Jakarta. Rose memilih untuk bekerja di rumah membuat rancangan atau gambar. Di perusahaan tersebut, Audy mengenal Mardianto Nolan yang mencintainya dengan tulus. Mereka saling mencintai namun Audy merasa tidak tega jika harus menikah dengan Mardi. Dia tidak tega dan merasa enggan untuk berpisah dengan Rose. Dia tidak ingin melihat Rose semakin tersisih dan sendirian. Audy ingin Rose merasai kebahagiaan yang sama seperti dirinya. Ini mengukir keraguan di hatinya. Namun Audy tetap harus memilih. Dan bersamaan dengan itu pula suatu rahasia dan kenyataan yang mengguncang harus Audy hadapi.

Dan ketika kau kehilangan cinta, cinta yang lain selalu siap menyambutmu, memberimu bahagia. Kau tidak usah kuatir, saatnya akan tiba. (hal. 208)

Aku menyukai alur cerita dan bagaimana penulisnya menampilkannya. Aku larut membaca dari bab pertama meski sudah bisa menebak “rahasia” tersebut saat menjelang bagian tengah buku. Kata-kata yang dipilih terkesan luwes, padat dan tidak menye-menye. Tidak terlalu banyak mencampurkan bahasa asing dan Indonesia baik dalam dialog maupun narasi. Walaupun sudah bisa menebak, tidak lantas kisahnya menjadi membosankan. Aku masih penasaran bagaimana penulis akan membawa kisah ini. Adegan apa lagi yang akan terjadi dan bagaimana kisah ini diakhiri.

Aku merasa bisa bersimpati terhadap karakter Audy dan kedua kakaknya, Mbak Karin dan Mas Austin. Lalu aku merasa terganggu sedikit dengan karakter Rose karena aku mencoba menebak-nebak apa yang akan Rose lakukan. Aku takut dia menjadi real antagonist, haha. Namun itu tidak terjadi, kok. Dan mengenai sosok Mardinto Nolan, hmm, too good to be true. Cowok satu ini benar-benar terlalu sempurna, dewasa, mapan. Iya, terasa terlalu fiksi. Meski ini buku yang menarik, namun aroma semacam dokter pribadi, rumah mewah, pekerjaan mapan entah kenapa terasa menjenuhkan. Semacam menonton sinetron. Namun, tenang, tidak separah itu juga. Levelnya masih aman dan fokus kita bisa dialihkan dengan konflik yang bergulir dan rahasia yang Audy miliki.

Overall, masih terdapat beberapa typo yang kadang mengganggu kosentrasiku dalam membaca. Begitu pula dengan rahasia yang bisa tertebak sebelum sampai di bagian akhir buku. Pun dengan nama-nama panjang karakter dan sifat mereka yang terkesan kaku dan terlalu fiksi. Namun, sajian kisah dan cara penyampaiannya menarik, runtut, dan luwes. Tema kisahnya sendiri asik dan tidak menye-menye. Novel ini juga menyadarkan kita tentang pentingnya ikatan dan kasih sayang keluarga serta kasih sayang yang tulus. Menyenangkan dan mendamaikan sekali jika ada yang menyayangi diri kita seperti Mardi menyayangi Audy. Maksudku rasa kasih yang tulus memang seperti tidak ada tandingannya. Ya, sepertinya sewaktu di toko buku tempo hari, aku tidak salah memilih buku ini dan membawanya ke kasir.

Tawa adalah obat paling manjur untuk kesedihan. Cinta yang tulus ialah terapi paling sempurna untuk semua sakit dan duka yang ia rasakan. (hal. 118)

Rating: (3/5) liked it

Submitted to:

----------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------------

Buku ini kutamatkan dalam waktu singkat. Selain karena jumlah halamannya yang tidak sampai 300 halaman, jalan ceritanya juga mudah untuk diikuti. Novel ini berlabel amore dan ini kali pertama aku membaca karangan Rina Suryakusuma. Buku ini menambah koleksi dan bahan bacaanku untuk buku-buku lokal karangan anak bangsa. Dan tidak banyak kutipan yang kutemukan, jadi aku menggabungkannya dengan postingan reviewnya. Berikut kutipan tersebut, selamat menikmati. :D

Tidak semua yang kauinginkan bisa kaudapatkan. (hal. 17)

Ada hal yang manusia usahakan, dan Tuhan bereskan. (hal. 20)

“Sesuatu yang berharga pantas diperjuangkan, pantas ditunggu.” (hal. 32)

Tawa adalah obat paling manjur untuk kesedihan. Cinta yang tulus ialah terapi paling sempurna untuk semua sakit dan duka yang ia rasakan. (hal. 118)

Jangan mengucapkan sesuatu di kala hatimu sedang panas. Jangan memutuskan sesuatu di kala bête. (hal. 125)

Oh Tuhan, bagaimana mungkin hal yang tidak nyata bisa menjadi semenyakitkan ini?! (hal. 178)

One thing at a time. (hal. 187)

Yang paling sulit diatasi ialah rasa rindu. (hal. 196)

Dan ketika kau kehilangan cinta, cinta yang lain selalu siap menyambutmu, memberimu bahagia. Kau tidak usah kuatir, saatnya akan tiba. (hal. 208)

“Kalau kamu tidak mempercayai dirimu sendiri, siapa lagi yang bisa.” (hal. 222)

Comments

Popular posts from this blog

7 Alasan Memilih dan Membeli Buku Bacaan

[Review] The Silmarillion by J.R.R Tolkien – Sebuah riwayat yang panjang

[Review] Cewek Paling Badung di Sekolah by Enid Blyton – Asal mula Elizabeth dikirim ke Whyteleafe