Buku-buku yang belum diulas di 2018


Di tahun 2018 lalu aku memasang target membaca 30 buku. Hingga 2018 berakhir, aku berhasil membaca separuhnya saja (15 buku). Diantara buku-buku yang telah dibaca tersebut ada empat buku yang belum kuulas. Awalnya aku bingung. Jika ingin benar-benar mengulasnya, kesan dan mungkin beberapa bagian cerita di buku tersebut sudah terasa samar-samar. Jika tidak diulas, aku merasa seperti mempunyai hutang kepada diri sendiri. Akhirnya sebagai jalan tengah, aku akan membuat rangkuman bacaan saja. Aku akan tuliskan secara singkat mengenai keempat buku tersebut berikut kesan yang masih kuingat ketika membacanya. Buku-buku tersebut aku sajikan sesuai urutan waktu membacanya (tentunya jika aku tidak salah mengingat urutannya, hehe).


#10 Ghost in the Guitar by Paul Shipton
Buku ini memang belum pernah kuulas secara khusus namun sudah pernah kusinggung sedikit saat membuat rangkuman bacaan di bulan Maret - Juli 2018 lalu. Supaya rapi dan tidak membingungkan, aku tampilkan lagi di sini. Buku ini masih menggunakan bahasa Inggris (bukan versi terjemahan). Sesuai judulnya, buku ini bercerita tentang gitar yang dirasuki oleh hantu pemilik sebelumnya. Tom yang baru saja membeli gitar tersebut tiba-tiba berubah drastis. Dia dapat bermain gitar dengan sangat baik sekaligus menjadi pemarah dan perfeksionis. Dia juga kesulitan mengendalikan waktu dan lebih suka terus bermain gitar. Hal ini membuat pacar dan teman-temannya menjadi khawatir. Buku ini tipis (hanya 38 halaman) dan dilengkapi dengan ilustrasi berwarna yang menarik. Rating: 3/5 (liked it)


#11 Ini Dia si Paling Badung by Enid Blyton
Sekolah Whyteleafe kedatangan murid baru bernama Patrick. Dia berada di kelas yang sama dengan Elizabeth. Perangainya hampir sama dengan Elizabeth waktu masih menjadi anak yang badung. Dia bersikap seperti itu karena tidak rela pindah ke sekolah baru dan menganggap Whyteleafe sekolah yang membosankan. Patrick yang pemarah dan tidak ramah itu juga merupakan sepupu Julian yang juga sekelas dengan Elizabeth. Apakah akhirnya Patrick akan luluh dan menyukai Whyteleafe? Ini merupakan buku keempat dari seri The Naughtiest Girl karangan Enid Blyton. Buku ini yang paling tipis diantara tiga temannya (92 halaman) dengan ukuran huruf yang lumayan besar. Jadi dapat dituntaskan dengan cepat. Rating: 3/5 (liked it)


#14 Vampir Broken Heart by Michele Bardsley
Buku ini pernah masuk ke daftar buku inceranku di 2016 lalu. Aku menemukan buku ini setelah membaca ulasannya di salah satu blog. Sekilas aku tangkap ini buku yang ringan, kocak, dan sedikit nyeleneh. Lumayan menjadi selingan jika lelah membaca buku-buku yang bertema berat. Tampilan bukunya juga menarik dengan dominasi warna pink. Selain itu premis yang ditawarkan juga menarik: seorang ibu rumah tangga dan sepuluh orang tetanggganya yang tinggal di kota kecil bernama “Broken Heart” berubah menjadi vampir dalam semalam. Kehidupan mereka pun berubah 180 derajat. Namun setelah kubeli dan kubaca sendiri, aku ternyata kurang suka.
Menurutku jalan ceritanya membosankan. Memang masuk ke kategori Paranormal Romance, namun porsi percintaannya terlalu besar hingga kurang mengeksplor sisi paranormal-nya. Bagaimana aktivitas kehidupan di kota tersebut misalnya setelah mereka berubah menjadi vampir, tidak terlalu disinggung. Kemudin penyelesaian konfliknya juga seperti diulur-ulur dan tidak ada detail yang memuaskan mengenai perburuan mahkluk yang ingin mereka tangkap tersebut. Belum lagi tokoh utama yang kelewat charming dan konsep belahan jiwa tersebut. Ugh!
Mungkin buku ini bagus untuk sebagian pembaca namun tidak sesuai dengan seleraku. Aku juga cukup merugi karena buku yang kupunya ini memiliki halaman yang terputus (tidak tercetak) dan ada pula banyak halaman ganda (tercetak double). Untunglah ini kubeli dengan harga diskon. Rating: 1/5 (didn’t like it)


#15 The Raven (stories and poems) by Edgar Allan Poe
Buku ini terdiri dari sebelas cerita pendek dan dua puisi karangan Edgar Allan Poe. Sebelumnya aku pernah membaca buku antologi Poe yang diterbitkan oleh Gramedia berjudul Kisah-kisah Tengah Malam. Beberapa cerita di buku ini ada yang beririsan dengan buku terbitan Gramedia tersebut. Meski demikian nuansa bacanya tetap berbeda mengingat kedua buku tersebut tidak diterjemahkan oleh dua orang yang sama.
Aku merasa kurang bisa menikmati beberapa cerita di bagian awal buku. Rasanya lama sekali untuk menuntaskan dua halaman saja. Entah karena terasa terlalu absurd atau mungkin banyak kata-kata di dalamnya yang saat itu di luar jangkauan pemahamanku. Membaca bagian awalnya membuatku berpikir keras seperti seorang siswa yang sedang belajar di dalam kelas. Bukan seperti orang yang sedang menonton film di bioskop.
Ritme baca kurasakan mulai membaik saat tiba di kisah ketujuh atau kedelapan setelah sebelumnya sempat berhenti membaca buku ini selama sebulan lebih. Ketika membaca kisah tersebut, aku bisa menikmatinya dengan baik dan otakku tidak lagi merasa keberatan bersentuhan dengan materi cerita di buku ini.
Poin menariknya, entah mengapa aku selalu berpikiran buruk saat membaca cerita-cerita yang Poe tulis ini. Duh, ada kejadian buruk apa, ya, yang akan menimpa si tokoh utamanya? Kira-kira demikian pikiranku saat itu. Aku jadi berkesimpulan kalau Poe sukses membangun atmosfir suram dan kelam dan itu menular kepada pembacanya (yang seperti diriku, hehe). Omong-omong, buku ini terbagi dua. Satu lagi berjudul The Black Cat. Aku belum pernah membacanya dan saat ini belum memutuskan apakah akan mengoleksinya juga. Rating: 3/5 (liked it)

Itulah keempat buku yang telah selesai kubaca di 2018 lalu namun belum sempat kuulas dengan sebagaimana mestinya. Mungkin ada detail yang luput atau kurang tepat karena buku-buku tersebut dibaca dua tahun yang lalu.  Selanjutnya, aku berencana untuk membuat versi tahun 2019. Di tahun tersebut ada dua buku yang belum kuulas. Aku belum tahu apakah akan digabung dengan tulisan yang lain atau bagaimana. Kita lihat saja nanti, hehe.

Comments

  1. wow jadi kangen baca novel lagi, sekarang gak bisa banyak2 karena mata sudah gak kuat lama2 baca

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ayo kak baca lagi, hehe. Baca sebentar tapi rutin setiap hari. Pasti semangat kalau ketemu buku yang cocok, kak. :)

      Delete
  2. Dari keempat itu semuanya belum pernah aku tau 🙈. Tapi kyknya aku pengen baca yang "ini dia yang paling badung" itu, Mbak. Soalnya mirip banget kyk aku yang dulu badung waktu SMP gara-gara alasan yang sama.😂

    Eh, tapi yang itu kan seri keempat. Itu kalau belum baca yang sebelum-sebelumnya kira-kira aku tetep bisa paham ceritanya gak ya, Mbak?🤔

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haha, bacalah, kak. Biar berasa nostalgia gitu. Dan gak masalah bacanya tidak berurutan. Karena tema ceritanya ringan dan mudah diikuti. Kalau tidak salah ingat, di bagian awal ada penjelasan sedikit tentang sekolah tersebut dan karakter siswa-siswa di dalamnya.

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

7 Alasan Memilih dan Membeli Buku Bacaan

[Review] The Silmarillion by J.R.R Tolkien – Sebuah riwayat yang panjang

[Review] Cewek Paling Badung di Sekolah by Enid Blyton – Asal mula Elizabeth dikirim ke Whyteleafe