[Review] The Book of Lost Things by John Connolly

Buku ini sangat bernilai bagiku.” – Sang Raja


Judul asli: The Book of Lost Things
Judul terjemahan: Kitab tentang yang Telah Hilang
Pengarang: John Connolly
Alih bahasa: Tanti Lesmana
Ilustrasi sampul: Rob Ryan
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Cetakan keenam, Juli 2018
Tebal buku: 472 halaman
Format: Paperback
Genre: Fantasy
ISBN: 9789792238792

Suatu kali di sebuah toko buku, aku pernah iseng membuka satu judul (yang saat itu memang telah lepas segelnya). Aku mulai membaca paragraf pertama dan terus membaca hingga tanpa sadar telah habis satu halaman. Kalimat-kalimat pembuka di buku tersebut terjalin dengan sangat menarik dan membuat ketagihan. Akhirnya aku memutuskan untuk membeli buku tersebut meski di luar rencana. Kekuatan paragraf pertama seperti itu kembali aku temukan saat mulai membaca The Book of Lost Things. Bisa dibilang ada tiga paragraf di halaman pertama dan ketiganya memberikan firasat baik kalau buku ini menarik untuk dibaca.

Paska kematian ibunya yang sangat ia sayangi dan melihat ayahnya melanjutkan hidup dengan menikah serta mempunyai keluarga baru, David mengalami beberapa “serangan” pada otaknya. Kondisi tersebut membuatnya mampu mendengar suara-suara dari balik lembaran buku-buku terutama yang berada di kamar barunya. Hingga suatu malam, dalam keadaan penuh amarah dan putus asa, ia berjalan masuk ke dalam sebuah celah di sebuah kebun di depan kamarnya. Celah tersebut membawanya ke negeri ajaib dimana dongeng-dongeng berasal dan hidup. Tipu muslihat si Bungkuk mengiringi perjalanan David untuk mencari ibunya yang telah mati dan juga untuk bertemu dengan sang Raja yang memiliki sebuah Kitab Tentang Yang Telah Hilang.

Petualangan David tidak mudah. Salah satunya ada rintangan dan bahaya yang disebabkan oleh kawanan serigala yang tidak rela manusia menjadi raja dan ingin mengambil alih kekuasaan di negeri tersebut. Meski tokoh utamanya seorang anak berusia sekitar dua belas tahun, kisah di buku ini sama sekali bukan untuk anak-anak (seperti yang dipertegas dalam blurb/sinopsis cerita di sampul belakang buku ini). Pembunuhan yang keji, kematian yang mengerikan, makhluk-makhluk menyeramkan dan aneka deskripsi tentang darah yang tertumpah mengiringi kita hampir di sepanjang guliran cerita. Ditambah lagi dengan akhir kisah yang memuat esensi kehidupan dari sudut pandang “filosofis” namun cukup realistis sehingga tidak mudah untuk disangkal .

Dongeng-dongeng seperti si Tudung Merah, Snow White, Putri Tidur yang turut ambil bagian dalam alur cerita novel ini, dituturkan dalam versi yang berbeda. Lebih gelap karena karakter di dalamnya sama sekali bertolak belakang dari yang pernah kita kenal sebelumnya. Hal ini turut memberikan pesan moral dan nuansa yang berbeda lepas membaca The Book of Lost Things.

Omong-omong, ini kali pertama membaca karya John Connolly dan aku menyukai caranya bertutur (setidaknya di novel ini). Pilihan kata dan susunan kalimat yang digunakan mengalir lancar (tentu saja). Singkatnya, mudah dinikmati oleh benakku. Membaca buku ini seperti seolah mendengarnya langsung bertutur di samping kita di malam hari sebelum tidur. Terasa dekat, akrab. Ada satu judul lagi karyanya yang duduk manis di rak bukuku dan aku merasa tidak ragu untuk melahapnya.

Rating: (4/5) really liked it

“Kita semua mempunyai ritual-ritual pribadi, tapi ritual-ritual itu harus ada tujuannya dan memberikan hasil yang konkret dan bisa memberikan penghiburan bagi kita; kalau tidak, semua itu taka da gunanya. …. Ibarat langkah binatang yang mondar-mandir tanpa henti di dalam kandangnya. Kalau bukan kegilaan, maka itu bisa menjadi awal kegilaan.” – si Tukang Kayu

Di negeri ini sepertinya rasa lapar bisa mengalahkan sifat pengecut. – David

Bukan kebetulan yang telah mempertemukan mereka. Tidak ada yang terjadi secara kebetulan di negeri ini. Segala sesuatu yang terjadi ada tujuannya, ada pola dibaliknya. – David

Nama memiliki kekuatan, kalau digunakan secara benar. – si Lelaki Bungkuk

Comments

  1. sampai saat ini buku terjemahan faforit saya adalah harry potter.tapi buku fantasi kayak gini emang asyik banget dibaca. berasa menjelajah dunia baru dengan pemandangan luar biasa 😍

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul. Seperti memasuki dunia baru yang penuh keajaiban. Cuma cerita di buku ini lebih gelap daripada HP.

      Delete
  2. awalnya tertarik baca buku ini karena sinopsis di belakang buku. pas di awal memang menarik, tetapi pas di tengah sampai akhir, ada adegan-adegan yang menurutku 'seram' (karena aku takut darah dan kekerasan), jadi antara suka dan nggak suka sama buku ini. dan setelah tamat, aku baru sadar di bagian belakang buku, pojok kiri bawah ada label novel dewasa. mungkin karena cerita ini tak seindah dongeng pengantar tidur yang biasa :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Seingatku setelah kemunculan si Tukang Kayu, adegan yang "seram" mulai muncul satu per satu. Terus dongeng pengantar tidur yang kita tahu selama ini, berubah alur dan sifat karakternya. Apakah label dewasa itu juga menandakan kalau kehidupan di dunia nyata tidak selalu indah dan berakhir bahagia selamanya, ya? Haha :D

      Delete
  3. Waaahhh buku ini udah ada di lemari buku sejak bertahun-tahun yang lalu, tapi kayaknya antara belum pernah dibaca atau berenti baca, sampe gak inget alasannya. Tapi, setelah baca review ini kok kayaknya ceritanya menarik ya. Nanti kalo ada kesempatan mau baca lagi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau saya lumayan suka cerita dongeng dan fantasi. Kalimat-kalimat di buku versi terjemahan ini juga enak dibacanya. Silakan nanti dibaca ulang. Mana tahu timbul kecocokan. :D

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

7 Alasan Memilih dan Membeli Buku Bacaan

[Review] The Silmarillion by J.R.R Tolkien – Sebuah riwayat yang panjang

[Review] Cewek Paling Badung di Sekolah by Enid Blyton – Asal mula Elizabeth dikirim ke Whyteleafe