I find you, Kaas!!

Book and Me - Kaas merupakan roman karangan Willem Elsschot. Sekitar pertengahan 2014 lalu, aku ingin punya dan baca buku ini. Aku tertarik karena judul serta desain sampulnya yang simple. Aku juga tertarik karena teracuni sehabis membaca review-nya secara online (maaf, aku lupa siapa blogger penulisnya). Dan satu hal yang tak boleh ketinggalan: di buku ini ada kejunya. You know that I love cheese. #seolahpenting :D

instagram: @kikioread

Selain memang sudah dinanti-nanti, kemunculan Kaas pun agak menarik. Ada unsur, ah, mungkin aku akan dibilang lebay atau apa, namun ada campur tangan Tuhan di sini. Baiklah aku akan langsung kilas balik.

Awal Mula

Saat itu, di tanggal 10 Januari (2016), aku dan Ez mengunjungi Gramedia. Ez berkeras untuk main ke lantai atas. Biasanya kami cuma hilir-mudik di parkiran yang penuh dengan obral buku itu saja. Lagipula, biasanya Ez hanya menemaniku belanja buku. Aku yang sering mengajaknya ke sana. Namun kali ini dia yang mengajakku.

Ketika telah sampai di parkiran, kami berjalan naik ke pelataran parkir Gramed yang sudah dialihfungsikan sebagai tempat obral. Ez ke toilet dan memutuskan untuk sholat maghrib di mushola yang tersedia. Sembari menunggu Ez selesai sholat, aku melihat-lihat ke arah tumpukan buku di areal tersebut.

Di tumpukan pertama, kulihat banyak sekali novel-novel kena diskon hingga harganya sangat amat murah. Hanya limaribuan saja, lho. Meski buku-buku ini sudah kena diskon berkali-kali, beberapa judulnya menarik. Misalnya seperti Queen of Babble karangan Meg Cabot. Hiks, aku melewati kesempatan untuk membelinya. Hmm, ya, aku memang berencana untuk diet. Aku lagi dalam masa panceklik. Bagaimanapun liburan kemarin cukup menyita persediaan uang cash-ku. Mau narik lagi di ATM, terasa sayang. #halah

Intinya saat itu, tumpukan obral buku limaribuan itu masih lumayan rapi. Bagian pinggirannya juga. Dan tak lama kemudian, Ez pun datang menghampiri. Kami pun memanjat naik ke lantai dasar Gramedia. Lalu ke lantai duanya. Kami mulai berkeliling.

Naik ke Lantai Atas

Ez beralasan ingin melihat buku kumpulan soal TOEFL. Okelah, kutemani dia dan kami sempat diskusi sedikit mengenai beberapa buku non-fiksi di sina. Selesai di bagian itu, Ez gentian menemaniku berkeliling melihat novel-novel terbaru yang terbit. Aku melihat beberapa judul yang sudah familiar, seperti Ayah karya Andrea Hirata; Sepotong Hati yang Baru karya Tere Liye; ada pula seri City of Bone, dll.

Sehabis dari situ, kami terus berjalan ke bagian ujung, deretan tempat komik berada. Rupanya di situ ada etalase baru, tempat memajang novel-novel yang baru datang: New Arrival. Tadaa…di situlah aku melihatnya. Bukan Kaas, tapi karya Tolkien yang juga sudah kutunggu-tunggu sejak lama. Yap, The Silmarillion.

Segera kuambil buku bersampul hitam legam itu. Kebetulan sudah ada yang terbuka segelnya satu. Buku ini dilengkapi sebuah peta dan ya, Ez langsung tertarik dengan peta Middle Earth—dunia rekaan Tolkien tersebut. Aku masih asik menjelajah isi buku sambil berceloteh panjang lebar mengenai buku ini ke Ez. Entahlah kalau ada yang masuk ke otaknya, hahaha. I just love this book and I want it so much. Dan ya, Alhamdulillah Ez ternyata membelikannya sebagai hadiah ultah. Ya, mungkin dia menyimak ceritaku saat itu. Hahaha. 

Turun Kembali ke Bawah

Okelah, puas memastikan buku itu telah sampai di Gramedia Jambi dan puas pula kami berkeliling di lantai atas, kami kembali turun. Seperti yang kubilang sebelumnya, aku sama sekali tidak berniat membeli. Aku turun ke areal obralan dan berkeliling di situ untuk menghabiskan sedikit waktu. Ada beberapa buku yang menarik. Namun aku harus rela menjadi konyol: menyembunyikan buku tersebut dan berharap tidak ada yang membelinya sebelum aku. Astaga! Seolah petugas Gramedia atau pun pembeli lainnya tidak akan dapat menemukan tempat buku itu aku sembunyikan.

Ya, begitulah tingkahku. Buku-buku itu menarik sekali dan harganya murah banget dibandingkan dengan kontennya yang cemerlang. Baiklah sudah tiba waktunya untuk pulang. Dan di saat inilah, tangan-tangan Tuhan bekerja. Jodoh seolah pasti kan bertemu. Di saat inilah aku bertemu dengan Kaas. Duh romantisnya, haha. Ok, ini ngelantur, skip!

Aku melihat ada dua orang (pasutri sepertinya) yang sibuk menggali tumpukan novel. Aku pun tak terlalu memperhatikan dan bersiap berlalu ke tempat kami pakirkan kendaraan. Saat melintasi tumpukan buku yang murah, yang serba lima ribu itu, aku melihatnya. Kuning dan simple. Oh, ya, aku tahu ini kaver buku apa. Dan aku tahu sekali.

Masih ingat? Di awal cerita, aku bilang kalau tumpukan buku murah itu masih tersusun rapi. Namun ketika kumau pulang, tumpukan itu, di sebelah pinggirnya, sudah lowong. Seperti ada yang menggalinya. Dan tepat di situ Kaas bertengger. Ekor mataku menangkap buku mungil itu. Ya Allah, Engkau mengabulkan satu doaku lagi, effortlessly.

Hai, Kaas!

Aku ambil Kaas dan sama sekali tidak mengira jika Kaas begitu mungil dan tipis. Buku yang kulihat itu sudah terbuka segelnya. Aku lantas meminta tolong ke Ez untuk mencari satu yang bersegel. Aku suka buku bersegel soalnya. Aku meminta sambil berceloteh ini itu tentang Kaas. Entah Ez menyimaknya atau tidak, tapi dia mulai fokus mencari yang kumau. Dan hap! Ketemu. Terimakasih, ya. :D

Ya, ya, akhirnya niatku berubah. Aku harus membeli buku ini, tak bisa lagi ditunda. Syukurlah, ini buku lima ribu rupiah, haha. Dan karena merasa nanggung, aku pun membeli satu buku lagi. Buku itu berjudul Death on the Nile (Pembunuhan di Sungai Nil) karya Agatha Christie. Jadi, kan, pas gitu kalau bayar. Pas jadi 10ribu. Haha, entahlah. Pintar sekali otakku mengelabui diri sendiri. Dan kalau buku menggoda, aku jadi lemah.

Penutup

Ya, mungkin kisah ini terkesan biasa saja. Mungkin aku juga yang tidak pandai menceritakannya. Namun aku sangat merasakannya. Terkadang hidup ini penuh dengan semacam lelucon. Ketika kita tidak berharap dan hanya menyimpannya lama dalam hati, harapan itu tiba-tiba muncul menjadi kenyataan.

Aku masih bertanya, mengapa tidak dari awal aku melihat buku itu. Aku sudah sering bolak balik di/ke tempat yang sama. Dan malam itu, aku sudah dua kali bolak balik. Hanya ketika mau pulang, barulah terlihat. Ya, mungkin segala sesuatu memiliki waktunya sendiri. Entahlah, namun jika Allah memberikan kejutan, rasa manisnya meresap begitu dalam. Dan kau akan merasa begitu special.

Seperti hidup yang terus berlanjut, cerita penemuan dan pembelian Kaas ini masih berlanjut. Tidak berhenti di situ. Tantangan selanjutnya adalah bagaimana mensyukuri hal tersebut, mensyukuri kejutan itu.

Aku sudah selesai membaca Kaas. Aku terpukau dengan kisahnya, dan aku telah menuliskan reviewnya. Pun aku sudah menyebarkan tulisanku tersebut lewat dunia digital. Kemudian, aku menyampul serta menjaga Kaas, sama seperti semua buku koleksiku lainnya. Dan aku mengucapkan Alhamdulillah untuk karunia ini. Ya, mungkin itu tidak akan cukup karena nikmat Tuhan tidak pernah tertandingi. Sekali lagi, Alhamdulillah, terimakasih ya Allah.

Comments

Popular posts from this blog

7 Alasan Memilih dan Membeli Buku Bacaan

[Review] The Silmarillion by J.R.R Tolkien – Sebuah riwayat yang panjang

[Review] Cewek Paling Badung di Sekolah by Enid Blyton – Asal mula Elizabeth dikirim ke Whyteleafe