[Review] Death on the Nile by Agatha Christie – Siasat terselubung antara kekayaan dan cinta

“Barangkali. Tapi untuk berhasil dalam hidup, setiap detail harus diatur dengan baik sebelumnya.” - Simon

sumber

Judul asli: Death on the Nile
Judul terjemahan: Pembunuhan di Sungai Nil
Seri: Hercule Poirot #17
Pengarang: Agatha Christie
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Cetakan keenam, Maret, 2014
Tebal buku: 392 halaman
Format: Paperback
Genre: Classic; Mystery
ISBN: 978-979-22-6329-9

Mungkin jika ada yang membandingkan, mana yang lebih baik antara Poirot kepunyaan Agatha ataukah Holmes kepunyaan Conan Doyle, aku bisa berpendapat, aku melihat Holmes lewat filmnya. Sejauh ini aku belum pernah menikmatinya lewat buku. Karakter Holmes memang menarik. Dia punya dunia sendiri, berpartner bersama sahabatnya, Watson, dan mempunyai kemampuan bela diri. Di film itu, dia diperankan oleh Robert Downey Jr. Tampaknya dia memang pria yang menarik, luar dan dalam. Itulah gambaran yang kudapat berdasarkan film. Tentu jika lewat buku, aku merasa akan mengenalnya lebih rinci, seperti aku yang perlahan mengenal Poirot. Dan jika pertanyaan itu diajukan kepadaku, aku akan menunda menjawabnya. Haha, rasanya lebih adil menjawab jika aku juga telah membaca langsung, semacam book to book. Lebih fair, tentunya #ngeles. Meski demikian, bisa kukatakan Agatha Christie merupakan salah satu penulis favoritku walaupun bukunya yang kubaca belum banyak. Masih hitungan jari, hehe.

Kali ini baru saja aku menamatkan satu bukunya lagi. Aku tidak tahu pasti ini seri yang ke berapa, namun masih tentang Poirot. Aku membeli seri yang ini karena jumlah halamannya terlihat lebih banyak dari seri lain yang saat itu juga ada ditumpukan. Haha, entahlah, kadang aku memang suka gitu, pengennya beli buku yang tebal-tebal, tapi kahirnya tetap butuh variasi. Aku tidak bisa terus-terusan membaca buku bantal yang lebih dari 500 halaman. Dan jika kukatakan, buku ini sedikit lebih tebal dari seri yang lain saat itu, jumlah halamannya tidaklah juga sampai 500 bahkan tidak sampai 400. Dan meski covernya cukup simple, nyatanya aku larut ke dalam kisahnya. Aku menamatkannya secepat yang kubisa (kurang dari dua hari).

Jika di paragraf awal aku menyinggung tentang Conan Doyle, mungkin ini suatu kebetulan jika salah satu tokoh di buku ini juga memakai nama Doyle, lengkapnya Simon Doyle. Tapi nanti saja cerita soal Doyle-nya. Aku mau cerita dulu soal setting-nya. Awalnya aku tidak begitu tertarik dengan sungai Nil. Bisa kita tebak, jika di situlah TKP-nya. Namun sebelumnya aku tidak pernah benar-benar berpikir di atas sungai itulah kejadiannya. Aku pikir, di wilayah Mesir, namun di daratan. Bagaimana bisa kejadiannya di atas sungai? Apakah mayatnya atau ada barang bukti yang dibuang ke sungai? Hayo, mungkin pembaca review ini ada yang bisa menebaknya? Yup, ternyata lewat kapal. Kejadian pembunuhan itu di atas sebuah kapal yang tengah berlayar di atas sungai Nil. Dan sebelum kapal itu berlabuh, Poirot telah berhasil memcahkan puzzle tersebut, as always. Bagiku, buku ini menjadi menarik karena latarnya beda dari beberapa buku Poirot yang telah kubaca sebelumnya. Terasa lebih segar. :D

Mungkin satu-satunya kesulitan saat membaca kisah ini adalah mengingat nama para tokohnya. Kapal yang menjadi latarnya adalah kapal wisata. Dan tentu untuk membuat cerita detektif menjadi menarik, boleh jadi dengan para tokoh yang berseliweran di samping tokoh utama. Di buku ini, kita harus mengingat nama lengkap mereka. Maksudku, ada saatnya hanya diucapkan nama depannya saja, namun ada pula yang hanya mengucapkan nama belakang mereka (termasuk Poirot). Tidak ada lembaran khusus yang berisi daftar nama tokoh yang bisa membantu. Memang harus mengasah otak dengan cukup keras. Ditambah pula, jika ternyata mereka adalah keluarga. Jadi yang menjadi pembeda hanya gelar. Contohnya antara Mrs. Otterbourne dan anaknya Miss Otterbourne.

Kertas yang digunakan untuk mencetak buku ini adalah kertas buram. Beberapa buku Agatha lainnya yang kupunya juga memakai kertas seperti itu. Tidak ada pembatas buku dan ada pula kutemukan typo. Meski demikian, tidak ada tulisan yang berbayang atau halaman yang cacat. Dan tentunya yang lebih penting dari tampilan luar adalah isinya yang berkualitas. Tidak hanya satu misteri yang diungkap oleh Poirot, melainkan tiga sekaligus. Semua saling terkait, dan terjalin dengan manis. Semua tokohnya mendapatkan perhatian dari Agatha. Tidak ada yang ditinggalkan. Begitu pula dengan detail yang menyertai. Tentang pistol berganggang mutiara yang jumlahnya sepasang itu, tidak juga terlewatkan. Perfecto! Mungkin karena itu, aku larut sekali membacanya kisah Poirot yang satu ini.

Kisah dimulai dengan pemaparan beberapa tokoh sekaligus. Agatha menceritakan motif masing-masing tokoh secara mentah mengenai alasan mereka berwisata ke Mesir. Tentu saja, fokus utama adalah tentang Linnet Ridgeway. Dia seorang wanita muda kaya yang baru menerima warisan dari orang tuanya. Dia memiliki segalanya; kekayaan, kecerdasan, kecantikan, hingga popularitas. Tentunya dia bisa membuat siapa pun, terlebih wanita, menjadi iri.

Suatu kali, sahabatnya sedari kecil dulu, Jacqueline de Bellefort (Jackie) menghubunginya. Sahabatnya itu meminta pertolongan Linnet karena sedang dilanda masalah keuangan. Dia meminta agar Linnet mau memberikan pekerjaan kepada tunangannya, Simon Doyle. Linnet setuju dan yang terjadi berikutnya lebih dari itu. Linnet lalu menikah dengan Simon. Jackie menjadi “gila” dan terus menerus “meneror” mereka. Linnet yang dihinggapi rasa bersalah merasa khawatir dengan hal itu. Namun tidak ada yang bisa menghentikan Jackie karena dia memang tidak pernah mengancam atau melakukan sesuatu yang berbahaya kepada Linnet.  Dia hanya mengikuti dan muncul tiba-tiba di tempat manapun Linnet dan Simon pergi. Di satu sisi, Simon pun begitu marah dengan tingkah Jackie namun tetap tidak ada yang bisa membuatnya berhenti. Perjalanan ke Mesir bisa dikatakan kali terakhirnya berbuat seperti itu.

Di atas sebuah kapal api Karnak yang melayari sungai Nil, Linnet ditemukan tewas tertembak di kabinnya. Ada sebuah huruf J yang berwarna merah di dinding dekat mayat Linnet. Poirot memeriksa jarinya dan terlihat salah satu jarinya bernoda merah kecokelatan. Semua tertuju kepada Jackie. Sebelumnya sudah terjadi insiden antara Jackie dan Simon. Jackie yang mabuk dan tidak dapat menahan amarahnya, menembak Simon dan kena di kakinya. Saat itu semua orang telah tidur kecuali mereka berdua dan Miss Cornelia Robson serta Mr. Fanthorp. Jackie mendapatkan alibi yang sempurna. Ada sebuah siasat yang terselubung dan Poirot sangatlah cerdik.

Seperti yang kukatakan sebelumnya, tidak hanya satu konflik yang mewarnai buku ini. Tidak hanya tentang Linnet atau dua pembunuhan lain yang menyertainya. Cerita-cerita tentang tokoh yang lain pun menarik. Kolonel Race juga berlayar di kapal itu. dia mendapat tugas mencari seorang pemberontak yang dicurigai menyusup dan menyamar sebagai penumpang kapal ini. Dan Poirot pula yang membantunya menangkap orang yang tepat. Selain itu, ada pula kasus pencurian mutiara dan dokumen palsu yang terkait bisnis keluarga Linnet. Ditambah lagi, masalah keluarga dan cinta yang hinggap di dalam tokoh-tokohnya. Sekian banyak konflik tersebut dipaparkan dengan baik dan rapi sekali oleh Agatha. Tidak ada yang tumpang tindih. Tidak ada karakter yang tidak stabil. Semua punya ciri khas dan berkembang ke arah yang seharusnya, weew.

Sudah tentu tewasnya Linnet menjadi konflik utama dan pemicu ketertarikan seseorang untuk membaca buku ini. Gara-gara membaca blurb-nya, aku sudah gregetan sejak halaman pertama. Otakku sok ikutan mencari tahu pembunuhnya. Aku sudah waspada dengan siapa pun karakter yang namanya berawalan huruf J. Kebetulan ada dua karakter. Dan sebelum Linnet ditemukan tewas, sebenarnya aku telah merasa janggal. Sederhana sekali jika Linnet meninggalkan petunjuk seperti itu. Agatha biasanya tidak pernah memberikan petunjuk semudah itu. Selain perihal petunjuk, hal yang penting dan rumit adalah mencari tahu motifnya. Bisa kulihat jika di setiap bukunya, Agatha menjadikan motif sebagai hal yang lebih menarik untuk diungkap ketimbang pelaku. Psikologi tentang tingkah laku manusia bertebaran di setiap seri buku detektifnya. Dan hal ini menurutku menarik. Haha, padahal belum banyak, ya, buku yang Agatha yang kubaca. *sok tahu mode on* :D

Memutuskan untuk membeli seri Poirot yang ini memang tepat. Setidaknya itu terjadi kepadaku. Susah melepaskan buku ini ketika sudah mulai. Haha, iya, sepertinya terlalu banyak poin plus yang kuceritakan tentang buku ini. Aku terkesan soalnya. Aku juga jadi semangat untuk mulai membaca buku lainnya. Pendapat boleh berbeda-beda. Silakan kalian coba langsung, ya. Dan tentu saja ada banyak quotes manis yang kutemui. Akan kutuliskan di postingan lainnya. Klik di sini jika penasaran, hehe. Okelah, selamat membaca buku. Semoga hari kalian menyenangkan. :D

Rating: (4/5) really liked it

Submitted to:

Comments

Popular posts from this blog

7 Alasan Memilih dan Membeli Buku Bacaan

[Review] The Silmarillion by J.R.R Tolkien – Sebuah riwayat yang panjang

[Review] Cewek Paling Badung di Sekolah by Enid Blyton – Asal mula Elizabeth dikirim ke Whyteleafe